Internasional Siap Bantu Aceh, RI Harus Hargai UUPA dan MoU Helsinki

Masalah Aceh bukanlah masalah nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah international, kami pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI. “ Ujar Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer

Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer mengatakan pihaknya baru saja mengetahui ada permasalahan antara Aceh dan Ri, dia mengatakan selaku ketua CMI dia berhak untuk memanggil kedua belah pihak untuk duduk kembali untuk menyelesaikan apa yang di permasalahkan antara Aceh dan Ri saat ini. Masalah Aceh bukanlah masalah nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah international, kami pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI, oleh karena itu saya menghimbakan pada RI dan Aceh agar selalu beritahukan kami kalau ada hal hal yang keliru dengan perdamaian yg hampir berumur 8 tahun ini, ungkapnya.

Bendera dan Lambang Aceh: Problem Hukum Yang Tersisa

Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman Helsinki, maka Gerakan Aceh Merdeka telah secara eksplisit mengakui status Aceh sebagai bagian dari NKRI

BERDASARKAN nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005, Aceh diberi sebuah status khusus dalam Negara Republik Indonesia. Dalam batas-batas tertentu, Pemerintah Aceh berwenang untuk mengatur dirinya sendiri yang memiliki perbedaan dengan daerah otonomi lainnya di Indonesia.

Status khusus yang diperoleh Aceh diantaranya diperbolehkannya Aceh memiliki partai politik yang dilokalisir keikutsertaannya dalam pemilu di wilayah Aceh, juga diperbolehkannya Aceh untuk memiliki lambang, bendera, dan lagu daerah yang berlaku secara khusus di Aceh.

Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman tersebut, maka Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan DPR lalu mengundangkan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada 1 Agustus 2006. Sebagaimana dalam Nota Kesepahaman, UU Pemerintahan Aceh juga mengatur bahwa Aceh berhak memiliki Bendera, Lambang, dan Himne tersendiri yang tidak boleh dianggap sebagai lambang kedaulatan Aceh.
Namun, pada 10 Desember 2007 pemerintah juga mengeluarkan PP No 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Regulasi ini melarang bendera, lambang, dan himne daerah memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan bendera, lambang, dan himne organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis.

Kata Orang Gayo Untuk Bendera Aceh

Dari judul berita 'Bila Sebatas Identitas Bendera, Lambang GAM di Aceh Sah Saja" yang di terbitkan media online detikcom, terdapat komentar saudara kita dari gayo, berikut hasil print scrennya:



Dan di Banda Aceh di kabarkan oleh atjehpost  Massa pawai bendera minta Presiden tidak batalkan kekhususan Aceh. Petisi dibacakan terkait pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh dan dimasukkannya qanun itu ke dalam Lembaran Aceh.
Massa bentangkan bendera Aceh di halaman gedung DPRA

 MASSA peserta pawai bendera dan lambang Aceh membacakan petisi mereka saat berada di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Senin 1 April 2013.

Petisi itu dibacakan Cut Fatmadahlia, warga Banda Aceh. Petisi dibacakan terkait pengesahan Qanun Bendera dan Lambang Aceh dan dimasukkannya qanun itu ke dalam Lembaran Aceh.


Berikut isi petisi dari massa yang menamakan diri Rakyat Aceh:

1. Tetap mempertahankan Bendera Bintang Bulan dan Lambang Aceh Buraq Singa sebagai Bendera dan Lambang Aceh.

2. Mendesak Pemerintah Aceh dan DPRA untuk tetap komit mempertahankan dan tidak mengubah bentuk, warna dan lambang Aceh yang telah disahkan serta telah dimasukkan ke dalam Lembaran Aceh.

3. Mendesak Kemendagri dan Presiden Republik Indonesia untuk tidak membatalkan dan tidak membenturkan kekhususan Aceh yang tertuang dalam MoU Helsinki khususnya Qanun nomor 3 tahun2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dengan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 dan dengan undang-undang lainnya.

4. Dan apabila petisi ini diabaikan oleh Pemerintah Indonesia, maka kami atas nama rakyat Aceh mendesak dan meminta CMI (Crisis Management Inisiative) serta Uni Eropa bertanggung jawab tentang perdamaian Aceh.[] (rz)