GUBERNUR Zaini Abdullah mengeluarkan ‘ultimatum’ kepada
Mendagri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar Pemerintah Pusat
menyelesaikan dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan satu Perpres turunan
UUPA sebelum Pemerintahan SBY berakhir. ‘Ancaman’ Pemerintah Aceh ini mendapat
respons dari Dirtjen Otda Kemendagri, Prof Djohermansyah Djohan. Senin, 16 Juni
2014, ia mendadak terbang ke Aceh, menggelar rapat dengan Doto Zaini, Wali
Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar, dan Ketua DPRA Hasbi Abdullah, membahas
perihal sikap keras Pemerintah Aceh tersebut. Lantas, bagaimanakah kini nasib
RPP dan Perpres? Masih bisakah SBY diharap menuntaskan sebagian regulasi itu?
Serambi merangkumnya dalam laporan eksklusif edisi ini.
LELAKI paruh baya itu duduk di sofa ruang utama Pendopo
Gubernur. Sesekali ia tersenyum sumringah kepada beberapa orang yang datang
menghampirinya. Tak seperti biasanya, Prof Djohermansyah Djohan mendadak muncul
di pendopo. Ia datang bersama beberapa staf Kementerian Dalam Negeri. Layaknya
tamu biasa, tak ada sambutan istimewa untuk lelaki yang menjabat sebagai Dirjen
Otda Kemendagri itu. Kedatangan Prof Djo--demikian ia disapa--tak lama setelah
Pemerintah Aceh menyatakan menolak undangan Mendagri hadir dalam rapat membahas
masa cooling down Qanun Bendera yang berakhir 16 Juni 2014. Sejalan dengan itu
Gubernur Aceh juga melayangkan satu surat ultimatum kepada Mendagri dan
Presiden RI agar mempercepat penyelesaian tiga regulasi penting bagi Aceh,
yakni dua RPP dan satu Perpres turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
***
Hubungan antara Aceh dan Jakarta memang kembali meruncing
sejak menjelang habis masa cooling down Qanun Bendera, yakni pada 16 Juni 2014.
Jakarta dinilai tidak konsisten lagi menyelesaikan kewajibannya menuntaskan
sejumlah aturan turunan UUPA. Dalam UUPA pasal 271 disebutkan, RPP dan Perpres
wajib dituntaskan paling lambat dua tahun setelah UUPA diundangkan. Karena UUPA
diundangkan pada 1 Agustus 2006, maka seharusnya semua regulasi itu bisa tuntas
sebelum 1 Agustus 2008.
Namun sampai memasuki tahun ke-8, turunan UPPA yang
dijanjikan pemerintah lebih banyak tidak tuntas. Dari 13 regulasi, hanya 5 yang
sudah beres. Padahal kedua belah pihak telah melakukan 123 pertemuan di
berbagai tempat, baik di Batam, Aceh maupun di Jakarta. Namun alih-aih
pemerintah Aceh berharap SBY mengesahkan RPP dan Perpres, sebaliknya beberapa
draf hasil kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya dalam pertemuan kedua
pihak justru dimentahkan kembali di tingkat kabinet.
Sikap Pemerintah Pusat ini menjadi pukulan telak bagi tim
pemerintah Aceh. “Semua hasil
kesepakatan rapat antara Pemerintah Aceh dan tim Pemerintah Pusat, dimentahkan
kembali jadi nol. Kita melihat 123 kali pertemuan antara kedua belah pihak
terkait RPP sia-sia saja. Toh, pada akhirnya keputusan politis sendiri yang
membatalkan itu di tingkat kabinet,” ujar Wakil Ketua Komisi A DPRA, Nurzahri.
Ia menegaskan, Presiden SBY juga melarang para menteri
mengambil keputusan strategis menyangkut dengan kewenangan pemerintah. Karena
itu, kata dia, kesepatakan yang pernah dicapai antara tim bersama pemerintah
Aceh dan pusat tentang pembahasan RPP, banyak yang dimentahkan di tingkat
kementerian.
“Kita sudah bicara dengan seluruh unsur tim menteri. Ada
dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM dan Kemendagri. Menjadi aneh kalau
pertemuan dengan unsur kementerian ini, oleh kementerian tersebut tidak diakui.
Ini menjadi aneh, kenapa tidak diakui,” ujar politisi dari Partai Aceh ini.
Kini, harapan semakin di ujung tanduk. Semula Pemerintah
Aceh berharap banyak, RPP dan Perpres turunan UUPA dapat dituntaskan sebelum
masa pemerintahan SBY berakhir.
“Pemerintah Aceh menghendaki dua RPP dan satu Perpres ini
bisa diselesaikan sebelum Presiden SBY berakhir jabatan. Sebab, RPP dan Perpres
ini terkait dengan kesejahteraan rakyat. Kalau tidak selesai itu akan
menghambat pembangunan,” kata Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Edrian kepada Serambi.
Namun keinginan itu tampaknya sulit terwujud. Jabatan SBY
yang tinggal empat bulan lagi semakin mempertegas posisi RPP dan Perpres untuk
Aceh tak akan selesai dibahas dan diteken Presiden tahun ini.
Kabar miris lainnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Kemendagri Prof Djohermansyah Djohan, yang selama ini aktif memediasi berbagai
pertemuan antara Pemerintah Aceh dengan tim Pemerintah Pusat dikabarkan juga
segera ‘pensiun’ dari Dirjen Otda Kemendagri pada Juli mendatang. Praktis,
kebijakan pusat untuk Aceh dipastikan akan bergantung pada pemerintahan baru
hasil Pilpres 2014.
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah menilai, Jakarta telah
‘mempermainkan’ Aceh atas ketidakjelasan pembahasan sejumlah aturan turunan
UUPA. Zaini bahkan sengaja mengundang Jusuf Kalla ke Aceh, Rabu 25 Juni 2014
untuk ‘curhat’ padanya atas perilaku pemerintah pusat.
“Dalam beberapa pertemuan di masa cooling down, pemerintah
berjanji segera menyelesaikan (RPP dan Perpres). Tapi kenyataannya tidak
selesai-selesai. Kita tidak mau begini terus,” kata Ketua DPRA, Hasbi Abdullah,
menyiratkan kekesalannya atas sikap Jakarta yang mengabaikan Aceh.(sumber:serambinews.com)
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas komentar nya