Showing posts with label OPINI. Show all posts
Showing posts with label OPINI. Show all posts

RAKYAT ACEH MENAGIH JANJI SBY

GUBERNUR Zaini Abdullah mengeluarkan ‘ultimatum’ kepada Mendagri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar Pemerintah Pusat menyelesaikan dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan satu Perpres turunan UUPA sebelum Pemerintahan SBY berakhir. ‘Ancaman’ Pemerintah Aceh ini mendapat respons dari Dirtjen Otda Kemendagri, Prof Djohermansyah Djohan. Senin, 16 Juni 2014, ia mendadak terbang ke Aceh, menggelar rapat dengan Doto Zaini, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar, dan Ketua DPRA Hasbi Abdullah, membahas perihal sikap keras Pemerintah Aceh tersebut. Lantas, bagaimanakah kini nasib RPP dan Perpres? Masih bisakah SBY diharap menuntaskan sebagian regulasi itu? Serambi merangkumnya dalam laporan eksklusif edisi ini.

LELAKI paruh baya itu duduk di sofa ruang utama Pendopo Gubernur. Sesekali ia tersenyum sumringah kepada beberapa orang yang datang menghampirinya. Tak seperti biasanya, Prof Djohermansyah Djohan mendadak muncul di pendopo. Ia datang bersama beberapa staf Kementerian Dalam Negeri. Layaknya tamu biasa, tak ada sambutan istimewa untuk lelaki yang menjabat sebagai Dirjen Otda Kemendagri itu. Kedatangan Prof Djo--demikian ia disapa--tak lama setelah Pemerintah Aceh menyatakan menolak undangan Mendagri hadir dalam rapat membahas masa cooling down Qanun Bendera yang berakhir 16 Juni 2014. Sejalan dengan itu Gubernur Aceh juga melayangkan satu surat ultimatum kepada Mendagri dan Presiden RI agar mempercepat penyelesaian tiga regulasi penting bagi Aceh, yakni dua RPP dan satu Perpres turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

Sultan Brunei; Hassanal Bolkiah berlakukan Hukum Syariat Islam

Hassanal Bolkiah Sultan Brunei
Meski ditanggapi sinis oleh berbagai pihak, terutama negara-negara Barat bahkan PBB, gebrakan hukum Syariah Sultan Hassanal Bolkiah Usaha Brunei mendapat pujian beberapa ahli politik Islam di Malaysia.

Menteri Besar Kelantan, Ahmad Yakub menyampaikan ucapan selamat atas keputusan berani Sultan Hasssanal. Terinspirasi Brunei, Kelantan yang merupakan negara bagian di Malaysia ingin menerapkan hal serupa.

Gebrakan Sultan Brunei itu cukup membuat takut kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Kelompok itu semula ingin menggelar konferensi di hotel milik Sultan Brunei, namun bergegas membatalkannya.

Kelompok advokasi LGBT, The Gill Action Fund, memilih memboikot hotel milik Sultan Hassanal sebagai bentuk protes atas gebrakan sang Sultan.

Wali Nanggroe Minta Pemerintah Daerah Beri Perhatian Khusus Untuk Dayah

Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar meminta pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota di seluruh Aceh untuk memberikan perhatian besar terhadap dayah-dayah atau pesantren yang ada diseluruh Aceh. Pasalnya dayahlah yang telah membentuk peradaban Aceh yang Islami sejak masa lalu.

Hal demikian dikatakan Wali Nanggroe Aceh pada maulid akbar dan peusijuk Wali Nanggroe Aceh di Kabupaten Aceh Besar, Minggu (19/01/2014).

Malik menyebutkan di era dahulu dayah tidak saja menjadi pusat pendidikan keagamaan tetapi juga sebagai pusat pengembangan perekonomian rakyat, sosial dan politik, serta ruang bagi masyarakat untuk mengkaji berbagai manuskrip  peradaban  Aceh.

Malik mengatakan dayahlah yang telah mendidik rakyat Aceh pada masa lalu, sehingga mereka menjadi ulama, raja, panglima perang, ahli pertanian, ahli kedokteran bahkan ahli politik sehingga pada abad ke 16 Aceh pernah mengirim seorang duta besar ke Belanda.

“Bagi rakyat Aceh Dayah sangat besar perannya, tidak hanya bidang agama, tetapi juga sosial dan ekonomi, maka karena itu saya berharap pemerintah untuk memberikan perhatian yang sunggung-sunggu kepada daya”ujarnya.

Acara Peusijuk Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar

Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar didampingi Yahya Muaz bersiap  untuk makan hidangan "semulang" dari rombongan Ketua Khasanah Raja Aceh,  T Raja Zulkarnaini, usai acara "peusijuk Wali Nanggroe" dan silaturrahmi  khasanah raja-raja Aceh di Meuligoe Wali, Selasa (14/1). Dalam kegiatan  itu hadir para raja dari Nagan, Raja Daya, Raja Kuala Batee dan para keluarga raja. sumber serambinew.com, berikut foto kegiatan peusijuk





Government Expenditur dan spending


A. Pengertian Government Expenditure

Government Expenditure adalah belanja pemerintah yang mencakup semua konsumsi dan investasi pemerintah tetapi tidak termasuk pembayaran transfer yang dibuat oleh negara. Pemerintah akuisisi barang dan jasa untuk penggunaan saat ini untuk secara langsung memenuhi kebutuhan individu atau kolektif dari anggota masyarakat digolongkan sebagai pengeluaran konsumsi pemerintah akhir. Pemerintah akuisisi barang dan jasa yang ditujukan untuk menciptakan manfaat masa depan, seperti investasi infrastruktur atau pengeluaran penelitian, digolongkan sebagai investasi pemerintah (pembentukan modal tetap bruto). Pemerintah pengeluaran yang tidak akuisisi barang dan jasa, dan bukan hanya merupakan transfer uang, seperti pembayaran jaminan sosial, yang disebut pembayaran transfer. Dua yang pertama jenis pengeluaran pemerintah, pengeluaran konsumsi akhir dan pembentukan modal tetap bruto, bersama-sama merupakan salah satu komponen utama dari produk domestik bruto.

Tgk Fauzan Hamzah SHI : Pengeroyokan Kadis SI Sama Dengan Melecehkan Agama

Sekretaris MUNA Aceh Utara
Tgk Fauzan Hamzah SHI
Ulama MUNA: Pengeroyokan Kadis SI Sama Dengan Melecehkan Agama

Lhoksukon- Insiden pemukulan yang terjadi pada Kadis Syari'at Islam Kota Langsa, menuai kecaman dari berbagai pihak khususnya kalangan Ulama. Seperti yang ditegaskan Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA) Aceh Utara kepada The Globe Journal, Selasa (27/08/2013).

"Kami dari MUNA Aceh Utara yang peduli Kadis Syari'at Islam, sangat menyesalkan kasus pengeroyokan Kadis Syari'at Islam di Kota Langsa yang hendak menertibkan aksi Keyboard di daerah itu. Ini juga merupakan perbuatan yang melecehkan Syari'at Islam," tegas Sekretaris MUNA, Tgk Fauzan Hamzah SHI yang dihubungi The Globe Journal.

Menurutnya, orang yang melecehkan Syari'at Islam berarti sama dengan melecehkan agama. Maka, tidak salah jika kalangan ulama mengutuk aksi pengeroyokan yang dilakukan pemuda terhadap Kadis Syari'at Islam yang hendak menertibkan pementasan keyboard itu.

"Kami juga turut mengutuk perbuatan mereka yang telah mengeroyok kadis syari'at Islam. Dan kami harapkan harus ada tindakan yang tegas dari Walikota Langsa dan penegak hukum setempat kepada kelompok tersebut. Jangan tinggal diam," tegasnya lagi.

Lebih lanjut Tgk Fauzan juga menyebutkan dalam sebuah hadist rasulullah "Barang siapa yang melihat kepada kemungkaran, maka hendaknya dia melarangnya dengan kekuatan tangan. Jika ia tak sanggup dengan tangan atau kekuatan, maka sampaikanlah dengan lisan atau dakwah. Jikapun itu tak sanggup, maka bencikan saja mereka di dalam hati,"

"Dinas Syari'at Islam Langsa melakukan dengan kekuatan, wajar saja karena ia tak sanggup menyampaikannya dengan lisan. Bahkan, Kadis tersebut siap bilang siap mati demi menertibkan keyboard itu," kata Tgk Fauzan mengakhiri pembicaraannya dengan The Globe Journal via telephone

Tarik ulur RPP Migas Aceh

Rancangan Peraturan Pemerintah Migas Aceh sudah melewati puluhan kali pembahasan. Permintaan pembagian hasil 70 persen untuk Aceh ditolak Jakarta. Akankah selesai Oktober tahun ini?

WAJAH Bupati Simeulue Riswan N.S. malam itu cerah. Selasa, 13 Agustus 2013, Riswan mengabarkan informasi penting kepada wartawan yang meriung di pendopo bupati. “Informasi yang kita dapatkan dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Pusat, hasil survei dan penelitian potensi migas di Simeulue telah A1,” ujarnya. Lokasi potensi minyak dan gas bumi yang dimaksud Riswan, berada di kawasan perairan Pulau Lasia, Kecamatan Teupah Selatan.

BPPT menyebutkan, sumber Migas ini berada di kedalaman 1.100 meter dari permukaan air laut. Jumlahnya diperkirakan mencapai 107 hingga 320 miliar barel, lebih besar daripada cadangan di cekungan Arab Saudi 264,21 miliar barel. Nilai bombastis di cekungan Simeulue ini sebenarnya telah menjadi target eksplorasi potensi hidrokarbon sejak 1968 hingga 1978. Ketika itu yang menyurvei adalah Union Oil.

MENGUPAS FAHAM ISLAM PERTAMA MASUK KE ACEH

Desa Paya Meuligau, Kecamatan
 Peureulak, Kab.Aceh Timur
Rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah Nakhoda Khalifah. Kapal itu memuat sekitar 100 pendakwah, yang menyamar sebagai pedagang. 

Rombongan ini terdiri dari orang-orang Quraish, Psalestina, Persia dan India. Rombongan pendakwah ini tiba pada tahun 173 H (800 M). Sebelum merapat di Perlak, rombongan ini terlebih dahulu singgah di India. 

Yang jadi pertayaan berfaham apa Islam permata masuk ke Aceh ?

Ada yang mengatakan Sayid Maulana Ali al-Muktabar beliau adalah berpaham syiah salah seorang anggota rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah Nakhoda Khalifah, tapi hal tersebut tidak bisa dibuktikan dan berlawanan dengan kenyataan beliau adalah utusan Khalifah Almansur putra Harun Arrasyid yg memerangi Syiah Rafidhah, tidak mungkin seorang khalifah anti syiah mengutus seorang syiah untuk berdakwah. adapun perkataan karena beliau adalah keturunan Imam Jakfar yang dikatakan Imam Syiah.

Deklerasi Tarbiyah Islamiyah Aceh

Tengku Abdullah Usman and his students
 at the declaration tarbiyah islamiyah
Tengku Abdullah Usman, a cleric declared the formation Ahlussunnah Wal Jamaah Tarbiyah Islamiah group, Aceh. This declaration also as a sign of the start Recitation Book Yellow and commemorate the death of Imam Shafi'i

Tengku Abdullah Usman (50 years) again declared the study group Jemaah Islamiyah, Wednesday (06/05/2013). This activity is concentrated in the recitation hall owned by Tengku Abdullah Usman rural districts Lim Alue Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh.

Tengku Abdullah Usman, Tarbiyah Islamiyah leader Aceh say, this Dekrerasi as well as the 1229 commemoration of the death of Imam Shafi 'i​​. According to him, the event also marked the commencement of lectures Yellow Book.

Di Cina ada Bendera Macau di Indonesia ada Bendera Aceh


Antara bendera Aceh dan Macau,

Status otonomi khusus yang disandang Macau itu mengingatkan saya pada Aceh, pada penghujung April lalu, pesawat AirAsia yang membawa saya dari Kuala Lumpur mendarat di Macau Airport setelah menempuh perjalanan 3 jam 45 menit.

Macau adalah salah satu kota yang termasuk dalam wilayah Republik Rakyat Cina. Diserahterimakan dari Portugis ke Cina pada 20 Desember 1999, Macau menyandang status sebagai daerah otonomi khusus.

Sebelumnya, meski terletak di Cina, Makau dikuasai Portugis sejak 1887. Sejak itu, Macau diperintah oleh 21 gubernur. Dari jumlah itu 20 diantaranya orang Portugis.

Turun dari pesawat, dari kejauhan saya melihat dua bendera berkibar. Yang satu berwarna merah dihiasi bintang-bintang, satunya lagi berwarna hijau dengan gambar bunga lotus. Kedua bendera itu berkibar berdampingan. Yang berwarna merah adalah bendera Cina, sedangkan yang hijau merupakan bendera Macau.

Internasional Siap Bantu Aceh, RI Harus Hargai UUPA dan MoU Helsinki

Masalah Aceh bukanlah masalah nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah international, kami pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI. “ Ujar Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer

Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer mengatakan pihaknya baru saja mengetahui ada permasalahan antara Aceh dan Ri, dia mengatakan selaku ketua CMI dia berhak untuk memanggil kedua belah pihak untuk duduk kembali untuk menyelesaikan apa yang di permasalahkan antara Aceh dan Ri saat ini. Masalah Aceh bukanlah masalah nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah international, kami pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI, oleh karena itu saya menghimbakan pada RI dan Aceh agar selalu beritahukan kami kalau ada hal hal yang keliru dengan perdamaian yg hampir berumur 8 tahun ini, ungkapnya.

Bendera dan Lambang Aceh: Problem Hukum Yang Tersisa

Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman Helsinki, maka Gerakan Aceh Merdeka telah secara eksplisit mengakui status Aceh sebagai bagian dari NKRI

BERDASARKAN nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005, Aceh diberi sebuah status khusus dalam Negara Republik Indonesia. Dalam batas-batas tertentu, Pemerintah Aceh berwenang untuk mengatur dirinya sendiri yang memiliki perbedaan dengan daerah otonomi lainnya di Indonesia.

Status khusus yang diperoleh Aceh diantaranya diperbolehkannya Aceh memiliki partai politik yang dilokalisir keikutsertaannya dalam pemilu di wilayah Aceh, juga diperbolehkannya Aceh untuk memiliki lambang, bendera, dan lagu daerah yang berlaku secara khusus di Aceh.

Dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman tersebut, maka Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan DPR lalu mengundangkan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada 1 Agustus 2006. Sebagaimana dalam Nota Kesepahaman, UU Pemerintahan Aceh juga mengatur bahwa Aceh berhak memiliki Bendera, Lambang, dan Himne tersendiri yang tidak boleh dianggap sebagai lambang kedaulatan Aceh.
Namun, pada 10 Desember 2007 pemerintah juga mengeluarkan PP No 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Regulasi ini melarang bendera, lambang, dan himne daerah memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan bendera, lambang, dan himne organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis.

Media pembelajaran inovatif untuk mengembangkan intelektual pelajar


Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi merupakan sasaran sekolah dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar. Orang tua terlebih kakek dan nenek sering menceritakan masa belajar mereka. Mulai dari fasilitas dan kelengkapan sekolah yang digunakan sampai cara guru mengajar. Mereka bangga dengan apa yang mereka lalui, bahkan dengan senang hati menceritakannya kepada anak dan cucu mereka. Alat tulis yang digunakan berupa batu sabak, tanpa tas berjahit hanya berupa kantung kresek bertali, dan guru masih menggunakan kekerasan fisik. Hal itu terjadi sekitar tahun 1985, sekitar 27 tahun yang lalu. Dapat kita bayangkan apabila pendidikan pada masa itu tetap, tidak berkembang seperti sekarang, mungkinkah kita hanya menggunaka batu sabak sebagai alat tulis di tengah maraknya penggunaan internet? Tentu sangat memprihatinkan. 

UNDANG UNDANG PEMERINTAH ACEH YANG MASIH BETENTANGAN DENGAN MoU HELSINKI

Kalimat kunci MoU-Helsinki “ Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini”. 

Undang-undang Pemerintah Aceh yang telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada 11 Juli 2006 di Jakarta, semestinya bukanlah sekedar produk hukum, melainkan terkait erat dengan komitmen RI-GAM untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluluh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua (resolusi konflik) sebagaimana tercantum dalam alinea pertama MoU Helsinki. Terwujud atau tindaknya perdamaian abadi di Aceh sangatlah tergantung kepada UU-PA. Jika UU-PA sesuai dengan MoU Helsinki Insya Allah perdamaian, keadilan dan pemerintah yang baik (good governance) akan tegak. Sebaliknya, UU-PA yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki akan mengancam perdamaian, serta tidak melahirkan pemerintahan yang baik dan keadilan di Aceh. 

Jika kita baca secara kritis, beberapa isi pokok dan point-point dalam UU-PA yang telah di sahkan dalam sidang paripurna DPR-RI, banyak yang bertentangan dengan MoU Helsinki, termasuk ada beberapa point (pasal, ayat, huruf) yang saling bertentangan (inkosistensi), yaitu antara lain: 

  1. Tidak dimasukkan MoU Helsinki sebagai landasan filosofis dan politis dalam rangka mewujudkan perdamaian abadi dan penyelesaian konflik Aceh dirujukan menimbang; 

SEJAUH MANAPUN AKU MELANGKAH KU TETAP ACHEH


Identitas Tak Menghalangi Usahanya

Kendatipun sang surya tak terbendung awan hitam, teriknya tak mampu menanggalkan baju tebal yang melapisi kulit, hawa sejuk tetap menembus tulang memaksa para pelancong merangkul badan. Senyum sapa para penjaja dagangan menambah kenyamanan menikmati godaan. Tak terkecuali, nuansa yang sama juga dirasakan M.Nasir (42) ketika pertama sekali berpijak dibumi Brastagi.

Empat belas tahun yang lalu, hasrat muda alumni 1985 SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Meulaboh ini untuk mengubah hidup agar lebih maju kian tepadu. Melangkah dengan pasti meninggalkan pekerjaan yang telah digelutinya selama empat tahun di PT.Asuransi Bumi Putra Rayon Banda Aceh. Dengan mengharap ridha dari Allah dan tekat yang bulat, awal tahun 1994 iapun berlalu meninggalkan Aceh, Batam adalah tujuan hijjrahnya.

Akan tetapi, belum sempat menggantung asa di ranah melayu kepulauan Riau, lelaki asal Aceh Barat Daya ini terlebih dulu merasakan kesejukan udara gunung Sibayak. Hingga hatinya pun tertamban pada gadis bernama Mulyana br Ginting (35) warga Demerel Kecamatan Brastagi Kabupaten Tanah Karo Sumatra Utara.
Bermodalkan keyakinan, pria manis berkumis tebal ini mengarungi bahtera rumah tangga dengan berniaga untuk menggepulkan asap dapur keluarganya. Kehidupannya kian termaknai, usahanya pun semakin berkembang, dari menjual kain keliling sehingga memiliki empat toko souvenir. Walhasil begitu menggembirakan, saat hari-hari biasa 300 – 500 ribu rupiah dapat terkumpulkan, jika hari libur tiba, keempat toko yang di kelola oleh keluarga ini mampu meraup rupiah 1 – 2 juta dari masing-masing toko perharinya. Kini selain mampu membangun rumah 15x13 yang berlokasi hanya 35 meter dari tempat usahanya, ia juga tak perlu sibuk menitip belanjaan pada orang lain, karena dapat dibeli sendiri sesuai dengan kebutuhan kedai/toko yang langsung meluncur dengan mobil pribadinyanya.

Masa berlalu laksana air yang mengalir, kakak dari ketiga anaknya telah berusia 12 tahun. “Tetapi, Aceh Loen Hana Gadoh (Aceh saya tidak hilang)”, ujar pengurus Aceh Sepakat ini dengan semangat. Hal ini juga, saya tanamkan pada ke empat anak saya, minimal harus pandai bahasa Aceh agar mereka mengenal siapa ayahnya, karena kami hidup dikomonitas karo tentu dengan mudah bagi meraka mengerti siapa ibunya, ujarnya lagi. Kerinduan akan kampung halaman kadang tak dapat terbendung, dan mengambil segala resiko ketika Aceh masih dalam konflik sangatlah mustahil, “ibu anak-anak tidak pernah melarang saya untuk sering pulang Ke Aceh, tetapi ke empat anak saya masih sangat membutuhkan kehadiran ayahandanya”.

Kuah asam keueng (kuah asam pedas/salah satu masakan khas Aceh) sedikitnya mampu mengobati hasrat hati akan tanah kelahiran yang tengah didera konflik masa itu. Sebab itu juga ia mempekerjakan beberapa saudara dekatnya, dengan hadirnya mereka anak-anak dapat mengasah lagi bahasa Aceh disamping darinya bisa menikmati hidangan masakan khas Aceh.

“Walau pada awalnya datang kesini saya merasa tidak betah, lama-lama jadi enak juga”, ujar Nurul Latifah (25) ponakan M.Nasir, “apalagi ketika adik sepupu saya selalu berusaha berbahasa Aceh baik di rumah maupun di kedai”, ujarnya lagi. “Nyan Ureung Aceh Kak nyoeh” (itu orang Aceh kan) tanya A.Ika pada kakak sepupunya seolah membuktikan bahwa ia pandai bahasa ayahnya. “Lagi pula saya disini dapat bekerja dan punya uang”, kata Latifah lagi, “nyoe goebnya le that ka peng” (ya dia sudah banyak uang) potong gadis kecil ini yang selalu menemaninya di kedai usai sekolah.

“Mak, aku sangana encakap ras kalak sada kuta” (mak, saya lagi berbicara dengan orang saya), teriak siswa kelas 6 MIS ketika melihat ibunya datang. “Kai Britana” (apa kabarmu), tanya teman bicara mereka yang sama dari Aceh dengan bahasa karo yang diajarkan A.Ika, “Alhamdulillah sehat, dari Aceh Panee” (dari Aceh mana) jawabnya dengan ramah menggunkan bahasa Aceh seakan ia juga telah bisa bahasa ayah anak-anaknya.

“Sekarang, Teungku (masyarakat setempat memanggil Nasir) sering pulang ke Aceh, setelah damai ia dapat sedikit proyek di sana, saya serta anak-anak sering di ajak pulang”, cerita ibu empat anak ini. A.Ika sangat senang dan mau masuk SMP di Aceh tamat SD nanti, ujarnya lagi.

Mendapatkan sesuatu yang kita harapkan dalam perjalanan, bukan berarti harus melupakan dari mana kita datang. “Belumlah seberapa yang saya peroleh dan belum juga terlalu jauh saya pergi dibandingkan orang lain, tapi mereka tidak lupa diri”, kata Nasir. Satu hal yang kadang, saya malu menjawab, ketika anak saya bertanya kenapa anak Aceh, lahir serta dibesarkan dan beribu-bapak Aceh, tapi tidak bisa bahasa Aceh.

saya ingin kedepan anak saya tidak canggung, makanya saya lagi berbuat sesuatu untuk anak-anak saya selagi peluang itu masih ada ketika pulang ke Aceh begitu juga sebaliknya, ucapnya penuh harap. Moga saja……….”Team seurayung.co.cc

ANTARA ACEH DAN KOSOVO?


Pengistiharan kemerdekaan Kosovo pada 17 Februari beberapa bulan yang lalu masih menjadi kenangan bagi masyarakat Aceh khususnya. Kemerdekaan Kosovo sempat menjadi perbincangan hangat di keude-keude kupi seluruh Aceh. Diselah-selah perbincangan itu ada di antara mereka yang berangan-angan kapankah Aceh akan menjadi seperti Kosovo?,

ada juga yang masih ragu-ragu dengan apa yang sedang terjadi di Kosovo, yang menarik ada yang pesimis dengan apa yang berlaku di Kosovo akan terjadi di Aceh. Kelompok inilah telah merasa puas dengan keadaan yang ada sekarang, mereka tidak mau ambil pusing dengan keadaan yang terjadi di luar atau realita yang akan terjadi di Aceh. Bagi mereka yang terpikir hanya apa yang dapat mereka perolehi dan nikmati dengan keadaan Aceh sekarang ini. Keadaan yang sama ini mengingat penulis ketika era pengistiharan kemerdekaan Timur Leste pada 1999. Kemerdekaan Timur Leste juga melahirkan berbagai persepsi dikalangan masyarakat Aceh, sehingga datang inspirasi pemuda Aceh untuk menggerakkan idea perjuangan melalui “REFERENDUM ACEH”, walapun akhirnya perjuangan ini telah senyap seiring dengan mengalirnya kekuasaan dan uang bagi para mantan pelopor gerakan ini.

Akankah realita yang terjadi di Kosovo akan terus menjadi agan-agan bagi orang Aceh, kalau hal ini terjadi maka hampalah harapan untuk menentukan masa depan Aceh yang lebih baik. Tidakkah sepatutnya realita yang terjadi di Kosovo menjadi Spirit bagi pemuda, pemimpin, Ulama dan masyarakat Aceh untuk menentukan kearah mana hendak membawa Aceh kedepan, kearah kehancuran kesekian kali atau kearah kecermelangan ?. jawaban hanya ada pada orang Aceh. Mengapa kita tidak mengambil satu inti dari perjuangan masyarakat Kosovo menjadi landasan perjuangan bagi kita kedepan. Dengan itu kita tidak lagi berdiri pada landasan yang berbeda-beda dan mau menjadikan perbedaan pendapat menjadi rahmat bukan permusuhan. Dengan demikian kita akan membentuk satu shaf yang kokoh dengan satu matlumat yang sama disaat Negara luar telah mendukung perjuangan Aceh. Sehingga kita tidak mudah di adu domba dengan berbagai kepentingan dan hegomoni penguasa pusat yang hendak menjadikan Aceh terus dalam kongkongan kekuasaan mereka. Hal inilah yang harus kita intropeksi dan kita cari jawaban yang mendasar agar realita yang telah terjadi di Kosovo dapat kita ambil hikmah untuk membentuk masa depan Aceh yang lebih baik.

Kemerdekaan Kosovo yang telah di proklamirkan bukanlah sebuah ilusi atau Republik mimpi, tapi ia suatu kenyataan di mana pada abad ke 21 ini telah lahir lagi sebuah Negara baru di dunia. Walapun pengistiharan kemerdekaan Kosovo sempat melahirkan pro dan kontra terutama bagi Negara Rusia dan Serbia, akan tetapi dengan dukungan Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa Perdana Menteri Kosovo Hashim Thaci, pada hari minggu tanggal 17 Februari 2008 telah mengumandangkan kemerdekaan Kosovo dari Serbia. Pengistiharan kemerdekaan tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Kosovo dan tarikh itu akan dicatat dengan tinta emas oleh mereka. Kini Kosovo telah menjadi Negara merdeka, bebas, berdaulat, dan berdemokrasi ditanah air sendiri.

Sebenarya bila kita tinjau perjalanan konflik dan perjuangan masyarakat Kosovo agaknya tidak jauh berbeda dengan perjuangan masyarakat Aceh, sebelum diistiharkan menjadi Negara merdeka, Kosovo merupakan wilayah miskin yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Albania yang beragama Islam. Wilayah yang sebagian besar kawasannya adalah daratan yang merupakan salah satu daerah di benua Eropa yang termiskin. Lebih dari setengah penduduknya hidup dalam kemiskinan. Meskinpun memiliki sumber kekayaan mineral, namun agrikultur (budi daya pertanian) menjadi kegiatan utama perekonomian penduduk. Sekitar 2 juta jiwa atau 90 persen dari penduduk Kosovo berasal dari suku Albania, 100.000 orang Serbia menetap di Kosovo sebagai eksodus pasca perang non Albanian. Minoritas Serbia ini hidup di kawasan terpisah, dengan pengawasan dari pasukan keamanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Orang-orang Slavic dan Albania sudah tinggal di Kosovo sejak delapan abad yang lalu. Kosovo adalah pusat kerajaan Serbia hingga pertengahan abad ke 14, Serbia menganggap Kosovo sebagai tempat kelahiran negaranya. Kekalahan Serbia dipertempuran tahun 1389, menyebabkan selama berabad-abad Kosovo berada di bawah kekuasaan Muslim Ottoman (Usmaniyyah). Serbia mendapatkan kembali di Kosovo pada tahun 1913 dan propinsi tersebut tergabung sebagai bagian dari federasi Yugoslavia.

Serbia dan suku Albania berlomba untuk menguasai Kosovo sepanjang abad ke 20. Tekanan pada tahun 1960-an terhadap identitas nasional Albania di Kosovo membuka garis toleransi dari Beograd. Etnik Albania mulai memperoleh kedudukan dalam pemerintahan di Kosovo dan Yugoslavia. Pada tahun 1974 konstitusi Yugoslavia memposisikan status Kosovo sebagai propinsi dengan otonomi sendiri, upaya tersebut untuk meminimalisasi keinginan Kosovo untuk merdeka pada tahun 1980 atau setelah meninggalnya presiden Yugoslavia, Tito. Akan tetapi, kekecewaan atas pengaruh Kosovo terhadap Federasi Yugoslavia di manfaatkan oleh pemimpin selanjutnya, Slobodan Milosevic. Setelah menjadi presiden pada tahun 1989, ia meneruskan untuk melucuti kekuasaan otonomi Kosovo. Pelucutan tersebut telah melahirkan sebuah gerakan perlawanan suku Albania atau di kenal juga dengan istilah gerakan pembebasan Kosovo (Kosovo liberalization Army/KLA).

Gerakan ini berlangsung pada tahun 1990-an yang bertujuan untuk kemerdekaan atau minimal untuk mengembalikan otoritas otonomi bagi masyarakat Kosovo walaupun akhirnya mereka gagal mendapatkannya. Para gerilyawan Kosovo melakukan serangan dan tekanan bersenjata ke Serbia. Serangan tersebut telah memicu tindakan kejam militer Yugoslavia. Slobodan Milosevic menolak kesepakatan komisi Internasional untuk mengakhiri konflik. Penyiksaan yang dilakukan terhadap Albania di Kosovo, memicu serangan udara NATO melawan Serbia pada bulan Maret 1999. Ratusan dari ribuan pengungsi membanjiri Albania, Mecodonia dan Montenegro. Ratusan orang menjadi korban akibat konflik tersebut, Militer Serbia diusir paksa bertepatan dengan musim panas pada tahun 1999. sejak saat itu PBB mengambil alih pengawasan pemerintah atas propinsi tersebut. Status Kosovo sebelum merdeka pada bulan Februari 2008 adalah sebagai propinsi dari Serbia, sekaligus merupakan perpecahan dari Yugoslavia. Pengawasan pemerintah berlangsung di bawah naungan PBB. Jumlah penduduk di Kosovo sekitar 1,8 juta hingga 2,4 juta dengan ibu kota Pristina. Bahasa utama yang digunakan oleh penduduk adalah bahasa Albania dan Serbia. Mayoritas agama yang dianut oleh penduduk adalah agama Islam dan Kriten.

Sekilas pandang perjuangan masyarakat Kosovo sebelum merdeka memang mereka lalui dengan penuh liku-liku, pengorbanan dan air mata juga membasahi bumi Kosovo, akan tetapi keinginan untuk bertapak di negeri sendiri dan hidup lebih bermartabat telah menyatukan langkah dan keinginan mereka untuk mencapai satu tujuan atau dalam bahasa krennya Udep Saree Matee Syahid . Memang benar pepatah Aceh yang menyatakan “Panee Padee Meuyoe Hana Bijeh” ( padi tidak akan menghasikan panen tanpa ada benih), Meuyoe Ka Meupakat Lampoh Jeurat Tapeugala (kalau kita sudah bersatu semua akan mampu kita laksanakan). Sebenarnya pepatah Aceh itu telah memberi isyarat yang sangat mendalam bagi masyarakat Aceh agar selalu menjaga kebersamaan serta tidak mudah diadu domba oleh kepentingan orang lain. Sebenarya apa yang telah di capai oleh masyarakat Kosovo akan mampu dicapai oleh masyarakat Aceh, peluang itu akan terbuka lebar bagi masyarakat Aceh menjelang pembentukan self Government tahun 2009 dengan kemenangan partai lokal Aceh. Di sinilah perlu kearifan masyarakat Aceh untuk memilih partai lokal yang benar-benar lahir dari para pejuang yang telah terbukti komitmen dalam memperjuangkan Aceh, mereka telah mampu mewujudkan perdamaian di Helsinki untuk mencari pengakuan dan dukungan terhadap nilai-nilai perjuangan masyarakat Aceh dari Negara luar.

Masyarakat Aceh perlu berpandangan jauh kedepan, perjuangan politik serta penentuan nasib Aceh sangat ditentukan pada tahun 2009 dengan kemenangan partai politik lokal yang mempunyai komitmen perjuangan ke Aceh yang mengakar, bukan partai yang lahir karena kepentingan kekuasaan dan uang apalagi partai yang berbasis nasional. Berbagai halangan yang sedang dicoba oleh para elit politik di pusat maupun di Aceh dengan berbagai tuntutan pemekaran, pembusukan karakter perjuangan dan mantang pejuang, sehingga kepada pencekalan tidak lahirnya nama partai politik lokal dengan nama perjuangan. Semua halangan tersebut hendaknya makin mematangkan pikiran masyarakat Aceh untuk mengambil pilihan dan kesimpulan siapa sebenarnya yang tidak ikhlas terhadap masa depan Aceh. Kematangan tersebut akan melahirkan nilai suci dalam menentukan pilihan 2009 yang sekaligus akan menjadi penentu kemenangan partai lokal yang pro perjuangan Aceh. Pilihan itu sekaligus akan menjadi pilihan Referendum rakyat Aceh untuk memilih masa depan yang lebih bermartabat. Kemenangan partai politik lokal yang dipimpin oleh mantan pejuang Aceh pada pemilu lokal 2009 akan menjadi barometer bagi Negara luar melihat keinginan masyarakat Aceh. Sehingga cita-cita serta kenyataan yang telah terjadi di Kosovo akan menjadi realita di Aceh. Kita cuma bisa berharap semoga rakyat Aceh tidak salah dalam membuat pilihan masa depan yang lebih bermartabat, sehingga peristiwa Tsunami 2004 tidak terulang kembali menjadi peristiwa Tsunami politik di tahun 2009. Ungkapan ini mungkin sesuai untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai sebuah bangsa yang pernah merasakan arti kemerdekaan dan kejayaan “ Hate Beu Teutap Beusunggoh-Sunggoh, Surak Beurioh Hai Peunerus Bangsa, Dum Geutanyoe Pahlawan Gagah, Tamanoe Beubasah Ta Bela Bangsa” Wallahu’alam.