MENYAMBUT SANG DEKLARATOR

Tampak suasana kemulian penyambuatanTengku Hasan Muhammad di Tiro

Antusiasnya Ribuan warga Utara dan Kota Lhokseumawe (wilayah Pasé) serta
anggota GAM/KPA dan simpatisan Partai Aceh tumpah di Lapangan Hiraq
Lhokseumawe untuk menyambut kedatangan
Wali Nanggroe Tgk Hasan Muhammad Di Tiro,

Sabtu (18/10), sekitar pukul 16.25 WIB



Silsilah Raja-Raja Aceh


MENGUAK pertalian Raja-raja Aceh Sejak Kerajaan Perlak Sebuah buku berjudul “Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya dengan Raja-Raja Islam di Nusantara,” diterbitkan pelita Gading Hidup Jakarta, ditulis Pocut Haslinda Syahrul Muda Dalam, mencoba menguak pertalian raja-raja di Aceh sejak pra Islam.

dalam suatu forum di Balai Kartini, Jakarta, 16 Nopember 2008 silam. Malam harinya, di gedung yang sama dipentaskan “drama musikal” yang memuat informasi silsilah raja-raja Aceh tersebut serta peranan kaum perempuan Aceh sejak abad VIII dampai abad XXI. Pentas itu disutradari Dedi Lutan berdasarkan nasakah yang ditulis Pocut Haslinda Syahrul MD binti Teuku H Abdul Hamid Azwar, waris Tun Sri Lanang ke-8.

Sebetulnya masih ada tiga buku lain yang dihasilkan Pocut Haslinda dalam waktu bersamaan, yaitu “Perempuan Aceh dalam Lintas Sejarah Abad VIII-XXI, Tun Sri Lanang dan Terungkapnya Akar Sejarah Melayu, dan Dua Mata Bola di Balik Tirai Istana Melayu.”

Untuk menggenapi informasi “Silsilah Raja-Raja Aceh” dan ketiga bukunya itu, Pocut Haslinda, pernah menempuh pendidikan fashion dan model di Paris, Jerman, dan London (1965-1970) membaca lebih dari 1000 judul buku ditulis oleh penulis dalam dan luar negeri.

Buku “Silsilah Raja-Raja Aceh” itu secara sederhana mencoba menarik garis pertautan raja-raja Aceh sejak awal abad ke 8 pada masa Kerajaan Perlak, kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan lain di Aceh, termasuk persinggungan yang sangat penting dan fundamental dengan Kerajaan Isaq di Gayo, dan pertautan raja-raja Aceh dengan Perak, Johor, Deli-Serdang, Majapahit, Demak, Wali Songo dan sebagainya.

Kisah kedatangan satu delegasi dagang dari Persia di Blang Seupeung, pusat Kerajaan Jeumpa yang ketika itu masih menganut Hindu Purba. Salah seorang anggota rombongan bernama Maharaj Syahriar Salman, Pangeran Kerajaan Persia yang ditaklukkan pada zaman Khalifahtur Rasyidin. Salman adalah turunan dari Dinasti Sassanid Persia yang pernah berjaya antara 224 - 651 Masehi. Setelah penaklukkan, sebahagian keluarga kerjaan Persia ada yang pergi ke Asia Tenggara.

Kerajaan Jeumpa, ketika itu dikuasai Meurah Jeumpa. Maharaj Syahriar Salman kemudian menikah dengan putri istana Jeumpa bernama Mayang Seludang. Akibat dari perkawinan itu, Maharaj Syahriar Salman tidak lagi ikut rombongan niaga Persia melanjutkan pelayaran ke Selat Malaka. Pasangan ini memilih “hijrah” ke Perlak (sekarang Peureulak,red), sebuah kawasan kerajaan yang dipimpin Meurah Perlak.

Meurah Perlak tak punya keturunan dan memperlakukan “pengantin baru” itu sebagai anak. Ketika Meurah Perlak meninggal, kerajaan Perlak diserahkan kepada Maharaj Syahriar Salman, sebagai Meurah Perlak yang baru. Perkawinan Maharaj Syahriar Salman dan Putri Mayang Sekudang dianugerahi empat putra dan seroang putri; Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli, SyahirTanwi, dan Putri Tansyir Dewi.

Syahir Nuwi di kemudian hari menjadi Raja Perlak yang baru menggantikan ayahandanya. Dia bergelar Meurah Syahir Nuwi. Syahir Dauli diangkat menjadi Meurah di Negeri Indra Purba (sekarang Aceh Besar, red). Syahir Pauli menjadi Meurah di Negeri Samaindera (sekarang Pidie), dan si bungsu Syahir Tanwi kembali ke Jeumpa dan menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya. Merekalah yang kelak dikenal sebagai “Kaom Imeum Tuha Peut” (penguasa yang empat). Dengan demikian, kawasan-kawasan sepanjang Selat Malaka dikuasai oleh keturunan Maharaj Syahriar Salman dari Dinasti Sassanid Persia dan Dinasti Meurah Jeumpa (sekarang Bireuen).

Sementara itu, Putri Tansyir Dewi, menikah dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar, anggota rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah Nakhoda Khalifah. Kapal itu memuat sekitar 100 pendakwah yang menyamar sebagai pedagang. Rombongan ini terdiri dari orang-orang Quraish, Psalestina, Persia dan India. Rombongan pendakwah ini tiba pada tahun 173 H (800 M). Sebelum merapat di Perlak, rombongan ini terlebih dahulu singgah di India.

Syahir Nuwi yang menjadi penguasa Perlak menyatakan diri masuk Islam, dan menjadi Raja Perlak pertama yang memeluk Islam.Sejak itu, Islam berkembang di Perlak. Perkawinan Putri Tansyir Dewi dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar membuahkan seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, yang kelak setelah dewasa dinobatkan sebagai Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan dengan 1 Muharram 225 Hijriah.

Sayid Maulana Ali al-Muktabar (Ada yg mengatakan beliau adalah berpaham syiah, tapi hal tersebut tidak bisa dibuktikan " 
MENGUPAS FAHAM ISLAM PERTAMA MASUK KE ACEH " ), merupakan putra dari Sayid Muhammad Diba‘i anak Imam Jakfar Asshadiq (Imam Syiah ke-6" masih perlu penjelasan") anak dari Imam Muhammad Al Baqir (Imam Syiah ke-5"  masih perlu penjelasan" ), anak dari Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin, yakni satu-satunya putra Syaidina Husen, putra Syaidina Ali bin Abu Thalib dari perkawinan dengan Siti Fatimah, putri dari Muhammad Rasulullah saw. Lengkapnya silsilah itu adalah: Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah bin Sayid Maulana Ali-al Muktabar bin Sayid Muhammad Diba‘i bin Imam Ja‘far Asshadiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin Sayidina Husin Assyahid bin Sayidina Alin bin Abu Thalib (menikah dengan Siti Fatimah, putri Muhammad Rasulullah saw).

Keikutsertaan Sayid Maulana Ali al-Muktabar dalam rombongan pendakwah merupakan penugasan dari Khalifah Makmun bin Harun Al Rasyid (167-219 H/813-833 M) untuk menyebarkan Islam di Hindi, Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya. Khalifah Makmun sebelumnya berhasil meredam “pemberantakan” kaun Syiah di Mekkah yang dipimpin oleh Muhammad bin Ja‘far Ashhadiq.

Raja Isaq Gayo dan Turunannya
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulan memiliki tiga putra; Meurah Makhdum Alaiddin Ibrahim Syah, kemudian menjadi Sultan ke-8; Maharaja Mahmud Syah yang kemudian menjadi Raja Salasari Islam I di Tanoh Data (Cot Girek); Meurah Makhdum Malik Isaq (Isak) mendirikan Negeri Isaq I.

Meurah Isaq memiliki putra bernama Meurah Malik Masir yang juga dikenal sebagai Meurah Mersa alias Tok (Tuk) Mersa, diangkat sebagai Raja Isaq II mernggantikan ayahandanya. Tok Mersa memiliki tujuh putra yakni: 1) Meurah Makhdum Ibrahim mendirikan Negeri Singkong. Cucu Meurah Makhdum ini bernama Malikussaleh di kemudian hari mendirikan Kerajaan Samudra Pasai. 2) Meurah Bacang mendirikan Kerajaan Bacang Barus. 3) Meurah Putih mendirikan Kerajaan Beuracan Merdu. 4) Meurah Itam mendirikan Kerajaan Kiran Samalanga. 5) Meurah Pupok mendirikan Kerajaan Daya Aceh Barat. 6) Merah Jernang mendirikan kerajaan Seunagan. 7) Meurah Mege (Meugo) menjadi Raja Isaq III.

Dari turununan Meurah Mege lahir Sultan Abidin Johansyah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam (1203-1234) sampai Sultan Daud Sjah (1874-1939). Turunen Meurah Mege lain, Syekh Ali al Qaishar anak dari Hasyim Abdul Jalil hijrah ke Bugis dan menikah dengan putri bangsawan Bugis yang kelak cucu psangan ini bergelar Daeng. Di antara anak-cucunya, ada yang pulang ke Aceh bernama Daeng Mansur atau Tgk Di Reubee dan mempunyai seorang putra bernama Zainal Abidin dan seorang putri bernama Siti Sani yang dinikahi Sultan Iskandar Muda.

Di tanah Jawa, Turunan Tok Mersa bernama Puteri Jempa nikah dengan Raja Majapahit terakhir kemudian lahir Raden Fattah yang menjadi Raja Demak. Turunen Tok Mersa lain, yakni Fatahillah menyusul ke Jawa menikah dengan adik Sultan Demak. Fatahillah mendirikan kerajaan Cirebon dan anaknya mendirikan Kerajaan Banten. Fatahillah dikenal juga Sunan Gunung Jati menikah dengan Ratu Mas anak Raden Fattah, cucu Majapahit, keturunannya turun temurun menjadi raja dan pembangun Demak, Cirebon, Banten dan Walisongo.

Melihat pertautan raja-raja Aceh itu, jelasnya bagi kita bagaimana sebenarnya hubungan erat satu sama lain. Pada awalnya, mereka berangkat dari “indatu” yang sama dari Perlak. (fikar w.eda)
Penulis: Fikar W Eda
Sumber Harian Serambi Indonesia

SEJAUH MANAPUN AKU MELANGKAH KU TETAP ACHEH


Identitas Tak Menghalangi Usahanya

Kendatipun sang surya tak terbendung awan hitam, teriknya tak mampu menanggalkan baju tebal yang melapisi kulit, hawa sejuk tetap menembus tulang memaksa para pelancong merangkul badan. Senyum sapa para penjaja dagangan menambah kenyamanan menikmati godaan. Tak terkecuali, nuansa yang sama juga dirasakan M.Nasir (42) ketika pertama sekali berpijak dibumi Brastagi.

Empat belas tahun yang lalu, hasrat muda alumni 1985 SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Meulaboh ini untuk mengubah hidup agar lebih maju kian tepadu. Melangkah dengan pasti meninggalkan pekerjaan yang telah digelutinya selama empat tahun di PT.Asuransi Bumi Putra Rayon Banda Aceh. Dengan mengharap ridha dari Allah dan tekat yang bulat, awal tahun 1994 iapun berlalu meninggalkan Aceh, Batam adalah tujuan hijjrahnya.

Akan tetapi, belum sempat menggantung asa di ranah melayu kepulauan Riau, lelaki asal Aceh Barat Daya ini terlebih dulu merasakan kesejukan udara gunung Sibayak. Hingga hatinya pun tertamban pada gadis bernama Mulyana br Ginting (35) warga Demerel Kecamatan Brastagi Kabupaten Tanah Karo Sumatra Utara.
Bermodalkan keyakinan, pria manis berkumis tebal ini mengarungi bahtera rumah tangga dengan berniaga untuk menggepulkan asap dapur keluarganya. Kehidupannya kian termaknai, usahanya pun semakin berkembang, dari menjual kain keliling sehingga memiliki empat toko souvenir. Walhasil begitu menggembirakan, saat hari-hari biasa 300 – 500 ribu rupiah dapat terkumpulkan, jika hari libur tiba, keempat toko yang di kelola oleh keluarga ini mampu meraup rupiah 1 – 2 juta dari masing-masing toko perharinya. Kini selain mampu membangun rumah 15x13 yang berlokasi hanya 35 meter dari tempat usahanya, ia juga tak perlu sibuk menitip belanjaan pada orang lain, karena dapat dibeli sendiri sesuai dengan kebutuhan kedai/toko yang langsung meluncur dengan mobil pribadinyanya.

Masa berlalu laksana air yang mengalir, kakak dari ketiga anaknya telah berusia 12 tahun. “Tetapi, Aceh Loen Hana Gadoh (Aceh saya tidak hilang)”, ujar pengurus Aceh Sepakat ini dengan semangat. Hal ini juga, saya tanamkan pada ke empat anak saya, minimal harus pandai bahasa Aceh agar mereka mengenal siapa ayahnya, karena kami hidup dikomonitas karo tentu dengan mudah bagi meraka mengerti siapa ibunya, ujarnya lagi. Kerinduan akan kampung halaman kadang tak dapat terbendung, dan mengambil segala resiko ketika Aceh masih dalam konflik sangatlah mustahil, “ibu anak-anak tidak pernah melarang saya untuk sering pulang Ke Aceh, tetapi ke empat anak saya masih sangat membutuhkan kehadiran ayahandanya”.

Kuah asam keueng (kuah asam pedas/salah satu masakan khas Aceh) sedikitnya mampu mengobati hasrat hati akan tanah kelahiran yang tengah didera konflik masa itu. Sebab itu juga ia mempekerjakan beberapa saudara dekatnya, dengan hadirnya mereka anak-anak dapat mengasah lagi bahasa Aceh disamping darinya bisa menikmati hidangan masakan khas Aceh.

“Walau pada awalnya datang kesini saya merasa tidak betah, lama-lama jadi enak juga”, ujar Nurul Latifah (25) ponakan M.Nasir, “apalagi ketika adik sepupu saya selalu berusaha berbahasa Aceh baik di rumah maupun di kedai”, ujarnya lagi. “Nyan Ureung Aceh Kak nyoeh” (itu orang Aceh kan) tanya A.Ika pada kakak sepupunya seolah membuktikan bahwa ia pandai bahasa ayahnya. “Lagi pula saya disini dapat bekerja dan punya uang”, kata Latifah lagi, “nyoe goebnya le that ka peng” (ya dia sudah banyak uang) potong gadis kecil ini yang selalu menemaninya di kedai usai sekolah.

“Mak, aku sangana encakap ras kalak sada kuta” (mak, saya lagi berbicara dengan orang saya), teriak siswa kelas 6 MIS ketika melihat ibunya datang. “Kai Britana” (apa kabarmu), tanya teman bicara mereka yang sama dari Aceh dengan bahasa karo yang diajarkan A.Ika, “Alhamdulillah sehat, dari Aceh Panee” (dari Aceh mana) jawabnya dengan ramah menggunkan bahasa Aceh seakan ia juga telah bisa bahasa ayah anak-anaknya.

“Sekarang, Teungku (masyarakat setempat memanggil Nasir) sering pulang ke Aceh, setelah damai ia dapat sedikit proyek di sana, saya serta anak-anak sering di ajak pulang”, cerita ibu empat anak ini. A.Ika sangat senang dan mau masuk SMP di Aceh tamat SD nanti, ujarnya lagi.

Mendapatkan sesuatu yang kita harapkan dalam perjalanan, bukan berarti harus melupakan dari mana kita datang. “Belumlah seberapa yang saya peroleh dan belum juga terlalu jauh saya pergi dibandingkan orang lain, tapi mereka tidak lupa diri”, kata Nasir. Satu hal yang kadang, saya malu menjawab, ketika anak saya bertanya kenapa anak Aceh, lahir serta dibesarkan dan beribu-bapak Aceh, tapi tidak bisa bahasa Aceh.

saya ingin kedepan anak saya tidak canggung, makanya saya lagi berbuat sesuatu untuk anak-anak saya selagi peluang itu masih ada ketika pulang ke Aceh begitu juga sebaliknya, ucapnya penuh harap. Moga saja……….”Team seurayung.co.cc

Team Seurayung 4 Jam di kawasan rawan bencana

Pada Jum’at pagi 28 Nopember 2008, langit mendung menutupi kota Lhokseumawe, kami tetap mengambil keputusan untuk berangkat sesuai rencana menuju tempat relokasi warga Alue Peunaga di gampong Alue Nireh Kec. Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang, seharian dalam perjalanan dari Lhokseumawe hujan terus menguyur menyirami seurayung hingga sampai ke Kabupaten Aceh Tamiang, sesampai disana, Asmuni (team) menghubungi rekanya pak Adna untuk menyewa bot ketek, salah satu alat trasportasi yang di pakai warga. Team seurayung mulai menaiki bot tradisional, jarak tempuh selama lebih kurang 2 jam, mengarungi kuala peunaga yang konon cerita kula ini di huni 6 ekor buaya, sambil menikmati pemandangan sepanjang Alue Peunaga, tak sadar tepi pantai gampong Aleu Nireh sudah mulai nampak, nahkoda bot dengan sangat terampil memasuki termaga…(video perjalanan)

Dalam kesempatan itu Seurayung sempat mewawan carai Tgk Mansur (tokoh masyarakat) menurut keterangan mantan warga Alue Peunaga," saat bencana gempa dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 lalu, banyak korban dan rumah di pesisir pantai itu hancur serta sejumlah bot milik nelayan rusak. Ombak besar di kawasan pantai ini bukan hanya ketika tsunami datang, tapi hampir setiap air pasang, ombak laut tetap ganas hingga air berhamburan ke rumah-rumah warga dan saat banjir bandang pun gampong kami juga kebagian bencana".Sumber berita serambinews.com Pemkab Aceh Tamiang telah menyediakan lahan seluas 750 hektar untuk relokasi warga agar tidak lagi bertahan hidup di tepi pantai sampai hari ini apa yang pernah di janjikan pemerintah baru rumah dengan tipe rumah sangat sederhana (RSS) yang tampak sedangkan sarana air bersih dan sarana listrik dari PLN sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda.

Bibalik potret perjalanan seurayung tampak sarana ibadah sedang tahap pekerjaan, menurut Tgk.Mansur sarana ibadah ini di bantu oleh BRR NAD-Nias, dan Tgk.Mansur menambahkan "pernah juga pemerintah menjanjikan akan diberikan lahan untuk bertani seluas 2 hektar, tapi semua itu masih seperti mimpi dan harapan yang tak pernah kesampaian".

Saat seurayung menulis perjalanan ini sebagian warga hingga saat ini masih juga tetap bertahan di Desa Kuala Peunaga dengan diiringi ancaman maut yang selalu melirik mangsanya.(seurayung.co.cc) > maaf bahasa tulisan saya masih sederahan & banyak kekurangan…

Pemerintah Aceh Dirikan BUMD Baru

Banda Aceh ( Berita ) : Pemerintah Aceh, tengah mendirikan satu perusahaan baru untuk bidang ekspor komoditas unggulan transnasional, PT. Aceh Trading Company (ATC).
Pemerintah Aceh telah membentuk tim panitia pendiri ATC dengan keputusan Gubernur Aceh nomor 536/573/2008 tanggal 24 September 2008 lalu. Tim tersebut bertugas mengatur komposisi modal yang dibagi dari setiap kabupaten atau kota di Aceh.

“Untuk mengumpulkan modal sebesar Rp100 miliar, Aceh Trading Company akan melakukan pembagian dari pemerintah kabupaten atau kota serta pihak swasta,” kata Kepala Biro Ekonomi Muhammad di kantor Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, Senin [24/11] .
Dia mengatakan, panitia pendiri ATC akan membuat rekening baru di bank umum untuk menampung penempatan modal, dengan komposisi saham 70 persen milik pemerintah dan sisanya 30 persen milik swasta.
“Masing-masing pemerintah daerah menyetor dana awal Rp17,5 miliar, sedangkan pihak swasta Rp7,5 miliar. Lima daerah sudah mengalokasikan modal,” ungkap Muhammad.
Ekonom dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Djakfar Ahmad, khawatir ATC akan bernasib sama dengan empat badan usaha yang sudah lebih dulu ada, yakni Perusahaan Dagang Genap Mufakat, Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mustaqim. “Susah membangun BUMD, karena citranya sudah terlanjur jelek,” katanya.
Aceh Trading Company didirikan berdasarkan kesepakatan yang dicapai pemerintah daerah dan para pengusaha dalam pertemuan yang digelar di Takengon, Aceh Tengah, akhir Desember 2007 lalu. Perusahaan ini akan menjadi payung bagi kegiatan ekspor komoditas unggulan Aceh, yang selama ini dilakukan terpisah di masing-masing daerah. ( ant )
>> sumber www.beritasore.com

Wali Nanggroe Saat Di Wilayah Pasé.

Tampak Sejumlah Anggota GAM/KPA sedang berfose Dengan Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Tgk. Hasan Muhammad Ditiro
di Pendapa Bupati Aceh Utara



Ribuan warga Utara dan Kota Lhokseumawe (wilayah Pasé) serta anggota GAM/KPA dan simpatisan Partai Aceh tumpah di Lapangan Hiraq Lhokseumawe untuk menyambut kedatangan Wali Nanggroe Tgk Hasan Muhammad Di Tiro, Sabtu (18/10), sekitar pukul 16.25 WIB.

Warga sudah berkumpul di Lapangan Hiraq, Kota Lhokseumawe, pada pukul 12.00 WIB. Mereka datang dari 27 kecamatan di Aceh Utara dan empat kecamatan di Kota Lhokseumawe.


Pasukan pengaman dari mantan kombatan wilayah Pasee Aceh Utara siap siaga di gerbang masuk, namun mobil yang membawa deklarator GAM itu tidak masuk lewat gerbang yang tersedia, melainkan masuk lewat pagar tali yang dibuat panitia untuk membatasi massa.

Meliht kondisi itu, pasukan pengawal yang sudah berdiri rapi kocar-kacir mengambil posisi lain.

Di atas pentas Dr. Hasan Tiro duduk berdampingan dengan mantan Perdana Menteri GAM Malik Mahmud dan Dr Zaini Abdullah, Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid, serta sejumlah petinggi GAM lainnya.

Setelah berbagai kata sambutan, mulai dari alim ulama, dan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Wali bangkit dengan dipapah Malik Mahmud dan Dr Zaini menuju podium. "Assalamualaikum, lon katroeh sajan droneh," kata Wali dengan suara terputus-putus. Kelanjutan dari pidato Wali dilanjutkan oleh Malik Mahmud.

Wali juga mendapatkan pengawalan ketat dari ratusan anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, serta dibantu oleh anggota Polri dan TNI. Wali Nanggroe bersama rombongan melambaikan tangan kepada ribuan warga dan langsung disambut oleh panitia penyambutan jajaran KPA Wilayah Pase.

Malik Mahmud memuji beberapa negara Eropa dan Asia atas kesuksesan mendukung perdamaian di Aceh, serta mengucapkan terima kasih kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla atas komitmen perdamaian.

Dari itu, kata Malik, para pihak yang tidak senang dengan perdamaian Aceh, agar dapat berpikir dengan baik dan mendukungnya, karena dengan perdamaian bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Aceh.

Sebelumnya, penyambutan Wali dilakukan di Kabupaten Bireuen. Para siswa sejumlah sekolah yang berada dalam lintasan perjalanan rombongan berdiri di pinggir jalan dan melambaikan tangan.

Acara pertemuan dengan ribuan masyarakat dari pukul 16.25 WIB hingga pukul 17.30 WIB. Rombongan ke Pendapa Bupati Aceh Utara, kemudian meneruskan perjalanan ke Peureulak Aceh Timur.


SE CUIL TENTANG OBAMA


Meski namanya baru dikenal publik Amerika Serikat (AS) sekitar 2 tahun lalu, namun kehadirannya sudah mampu menandingi pesaing lainnya dalam kancah kandidat presiden AS. Barack Obama dikenal sebagai seorang sosok politisi yang senang berkomunikasi baik langsung maupun tidak dengan warga AS. Beliau seringkali menuangkan isi pikiran, pendapat serta ide-ide barunya yang dikemas dalam sebuah audiofile podcasting yang selalu bisa diakses oleh publik di seluruh dunia. Suaranya yang bersahaja dan ramah mengesankan seolah-olah beliau sedang berbicara langsung secara personal kepada para pendengarnya. Hal ini tentunya patut dijadikan sebuah keuntungan yang belum tentu dimiliki oleh setiap politisi dimanapun.


Baru-baru ini, Obama juga menggelar sebuah orasi, sebuah kegiatan yang sering beliau lakukan dan berorasi memang suatu kehandalan yang dimilikinya. Orasinya kali ini dilakukan di sebuah taman di Nevada pada waktu siang hari. Walaupun teriknya matahari terasa sungguh menyengat siang itu, namun tidak ada satu orang pun yang malah sibuk mencari tempat teduh di taman tersebut. Semua pengunjung taman tampak terkesima dengan orasi yang disampaikan Obama siang itu. Tidak ada satupun kandidat presiden AS lainnya yang mampu mengumpulkan begitu banyak orang yang bersemangat ingin mendengarkan orasi seorang politisi. Beberapa pengunjung yakin bahwa ”dialah orang yang ditunggu-tunggu Amerika”. Salah seorang pengunjung taman yang kebetulan juga seorang penggemar Obama, Michelle, pernah menuliskan pesan di situs web-nya Obama. Pesannya adalah bahwa ia berharap akan ada peraturan yang menyulitkan orang-orang yang berpenyakit mental dalam memperoleh/membeli senapan. Tidak lama kemudian, Obama membuat usulan yang sama persis. Michelle beranggapan bahwa usulan yang dibuatnyalah yang menginspirasi Obama. Namun orang lain beranggapan bahwa usulan Obama semata hanya karena kasus penembak yang membunuh 32 orang di Virginia beberapa waktu lalu.
Siapakah Obama sebenarnya? Ia mengaku dirinya adalah anak dari ayahnya yang berdarah Kenya yang kesehariannya menggembala kambing. Suatu masa, ayahnya mendapat beasiswa untuk belajar di AS, dimana ia akhirnya menikah dengan seorang wanita berkulit putih dari Kansas. Walaupun orang tuanya tidak kaya, tapi mereka berhasil menyekolahkan anaknya di Harvard.
Sekarang ini, mungkin kulit hitamnya bisa membantu posisinya dalam pemilu presiden nanti. Beberapa generasi lalu, hal ini justru akan merugikan dan bahkan fatal bagi dirinya. Namun kini, masyarakat kulit putih AS justru menilai hal ini sebagai tanda optimistik dari fron rasial. Banyak diantara mereka akan memilih presiden berkulit hitam dan menunjukkan pada dunia, dan diri mereka sendiri, bahwa kulit hitam bukanlah pecundang. Beberapa juga berpendapat bahwa, ”Saatnya telah tiba. Sejauh ini hanya ada pria kulit putih dari kalangan kelas atas.”
Keadaan sekarang ini tentunya merupakan sebuah kesempatan dan keuntungan yang harus diraih oleh Obama. Meski beberapa masyarakat kulit hitam masih meragukan posisi Obama “di kalangan kulit hitam”, karena nenek moyangnya tidak dibawa ke AS sebagai budak dan beliau juga tidak memegang peran dalam gerakan memperjuangkan hak-hak sipil. Menanggapi ini, Obama berkata bahwa dirinya telah banyak berjuang melawan isu rasial. Dalam otobiografinya, beliau ingat akan masa kecilnya dimana seorang kulit hitam telah disiksa dengan menggunakan racun kimia untuk memutihkan kulitnya. Beliau juga pernah menonjok seseorang yang menghinanya dan mengejeknya. Namun sebagai seorang yang berpikiran secara dewasa, dirinya memilih untuk menempuh jalan konsiliasi dibanding konflik.
Meski demikian, mampukah karisma Obama memenangkan dirinya dalam nominasi presiden nantinya? Menurut jajak pendapat, mungkin tidak. Obama tetap belum bisa menyamakan kedudukan dengan organisasinya Hillary Clinton. Obama masih tertinggal sekitar 10 poin di jajak pendapat nasional. Namun, Obama berhasil menggalang dana lebih besar daripada Clinton pada kwartal pertama tahun ini. Jajak pendapat lainnya mengatakan bahwa Obama memiliki kesempatan yang lebih baik dibanding Clinton dalam mengalahkan kandidat papan atas dari Partai Republik, seperti Rudy Giuliani dan John McCain. Jelas, Obama tetap harus dianggap sebagai kandidat yang berpotensi.
Posisinya mengenai perang Irak sangat jelas. Sedikit berbeda dari lawan utamanya, sejak awal, Obama jelas mengatakan tidak setuju dengan perang Irak. Berbicara mengenai kebijakan luar negeri, dirinya bersikap ambisius dan idealistik. Secara gamblang beliau berkata bahwa posisi sebagai pemimpin bagi dunia bebas ini terbuka lebar dan dia ingin menempati posisi tersebut. Obama ingin bekerja dengan Rusia untuk mengamankan bahan-bahan nuklir, pada saat bersamaan mendorong demokrasi dan transparansi di sana. Beliau juga ingin memperkuat NATO, membangun aliansi baru di Asia, menghentikan genosida di Darfur, memperjuangkan perdamaian di Timur Tengah, dan membantu negara-negara miskin membangun ekonomi pasar yang berfungsi. Obama tidak berbicara banyak mengenai ekonomi. Ia hanya ingin mengalokasikan dana yang lebih besar untuk sekolah, subsidi kesehatan, dan kepentingan veteran

Australia Menanti Datangnya Hari Eksekusi Amrozy Cs


Australia kini menanti datangnya hari pelaksanaan eksekusi terhadap Amrozy bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, tiga terpidana mati yang ikut bertanggung jawab atas tewasnya 202 orang, termasuk 88 orang warga negara Australia, dalam insiden Bom Bali pada 12 Oktober 2002.

Penantian publik Australia, khususnya mereka yang kehilangan anak dan sanak saudara dalam serangan teror kelompok Amrozy cs, itu terekam dalam pemberitaan berbagai media cetak dan elektronika utama di negara itu pada Kamis dan Jumat.

Di antara media Australia yang memberikan ruang bagi opini dan harapan keluarga korban Bom Bali 2002, serta perkembangan terkini masalah Amrozy cs itu adalah televisi "SBS", "Channel Seven" (Saluran Tujuh), "ABC", "Herald Sun", "Sydney Morning Herald", "The Australian", "AAP" dan "The Canberra Times".

Mengutip berbagai sumber, media Australia itu pada umumnya yakin eksekusi terhadap Amrozy, Ghufron, dan Imam Samudera sudah semakin dekat terutama setelah Mahkamah Agung menolak permohonan PK terakhir mereka.

Satu-satunya celah buat mereka untuk bisa terhindar dari eksekusi adalah pengampunan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Harian "The Canberra Times" yang menurunkan berita berjudul "Bali bombers `to die any day`" (Pengebom Bali Akan Mati Kapan Saja" misalnya mengungkapkan kuatnya hasrat keluarga 88 warga Australia yang tewas dalam serangan Bom Bali 2002 untuk diberi tahu jika eksekusi terhadap ketiga terpidana ini sudah dilakukan.

"Para keluarga 88 warga Australia yang tewas dalam insiden Bom Bali 2002 berharap mendapat kabar via telepon dalam beberapa hari ini bahwa ketiga militan yang melakukan serangan (di Bali itu) mati," sebut surat kabar yang berbasis di ibukota negara Australia itu.

Jaringan pemberitaan "ABC" mengutip keterangan anggota tim pembela Amrozy cs, Mahendradatta, melaporkan bahwa Amrozi cs akan "mati dalam sebulan".

Spekulasi media Australia tentang waktu pelaksanaan eksekusi Amrozi cs ini tidak terlepas dari pengakuan seorang ayah korban, David "Spike" Stewart, bahwa dia diberi tahu seorang personil senior Polisi Federal Australia (AFP) 11 Juli lalu bahwa Amrozi cs akan dieksekusi pada akhir pekan.

Stewart yang kehilangan putranya, Anthony, dalam serangan bom 2002 itu mengatakan, dia akan merasa lega dan gembira jika Amrozy, Ghufron dan Imam Samudera dieksekusi "hari ini" atau "beberapa hari mendatang".

"Kami sangat senang bila kami diberi tahu. Sekarang kami harus menunggu dan bila AFP menelepon kami dan mengatakan (eksekusi) itu sudah dilaksanakan, itu bagus," katanya seperti dikutip "The Herald Sun" edisi 17 Juli.

Kendati umumnya publik Australia berpendapat sama dengan pemerintah Australia yang tidak ingin mencampuri keputusan sistem pengadilan dan ketatanegaraan Indonesia dalam soal hukuman mati, termasuk terhadap Amrozy cs, ada juga di antara sanak keluarga korban Bom Bali 2002 yang tidak ingin ketiga terpidana ini mati dieksekusi.

Surat kabar "The Australian" mengutip hasil wawancara ABC dengan Brian Deegan yang kehilangan putranya, Josh, dalam peristiwa 2002 itu mengatakan ia tidak menginginkan Amrozi cs dipandang sebagai "martir" atau "orang suci" di mata para pengikutnya.

Dalam masalah eksekusi terhadap terpidana mati dalam kasus apapun, pemerintah Indonesia tidak pernah mengumumkan secara resmi tanggal dan tempat eksekusi mereka.

Namun di mata mantan menteri luar negeri Australia, Alexander Downer, kemarahan terhadap ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 ini tidak mengenal batas

Pidato Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Tgk.M.Hasan Tiro

Dibacakan Malik Mahmud Al Haytar.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ke hadapan hadirin dan hadirat yang saya cintai.
Marilah kita bersama panjatkan puji dan syukur kehadhirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya kepada kita sekalian dalam bentuk kebebasan dan kedamaian yang menyeluruh di persada tanah Aceh sejak dari tanggal 15 Agustus 2005 selepas mengalami konflik bersenjata selama 30 tahun yang bermula pada tahun 1976.

Pada hari ini saya sangat berbahagia begitu juga para hadirin-hadirat sekalian. Allah telah melimpahkan nikmat kepada kita, sehingga pada hari yang paling bersejarah ini, insya Allah saya dalam keadaan sehat walafiat, dapat kembali menginjakkan kaki di bumi Aceh dan saya dapat bertemu muka langsung dengan saudara-saudara, di mana selama ini, telah memberi kesetiaan kepada saya di dalam perjuangan menuntut hak, keadilan dan martabat bagi Acheh.

Kebebasan dan perdamaian yang menyeluruh di Aceh sekarang ini adalah merupakan nikmat yang telah diberikan Allah kepada Aceh. Belum pernah terjadi dalam sejarah Aceh selama berada dalam penjajahan dan pendudukan bangsa asing, rakyat mendapatkan kebebasan dan perdamaian yang menyeluruh seperti saat sekarang ini.
Kesemuanya ini adalah merupakan hasil jerih payah perjuangan gigih yang telah diberikan oleh rakyat Aceh dengan jatuh korban puluhan ribu jiwa banyaknya, sementara gempa dan tsunami telah memakan korban sekitar ratusan ribu jiwa banyaknya. Saudara-saudara kita yang telah syahid telah meninggalkan ribuan anak yatim piyatu, saudara-saudara kita yang hilang harta dan cedera tubuh badannya juga tidak terhitung jumlahnya. Ini adalah menjadi tanggung-jawab kita semua untuk memberi bantuan kepada mareka yang akan kita penuhi melalui proses demokrasi dan berencana sebagaimana yang telah kita sepakati di dalam MoU Helsinki.
Kami ingatkan; konflik 30 tahun yang disusuli oleh gempa dan tsunami, mengakibatkan Aceh kehilangan segala-galanya, kita tidak sanggup kehilangan masa depan kita. Justru raihlah masa depan kita melalui proses yang telah ditentukan di dalam MoU Helsinki ini dengan cukup teliti dan berdisiplin tinggi.

Di dalam perang kita telah sangat banyak pengorbanan, akan tetapi, dalam kedamaian kita harus bersedia berberkoran lebih banyak lagi. Memang, biaya perang sangat mahal akan tetapi biaya memelihara perdamain jauh lebih mahal. Peliharalah kedamaian ini untuk kesejahtraan kita semua.

Perundingan perdamaian yang panjang seru dan alot antara pihak GAM dan pihak Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia. Telah menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Memorandum of Understanding ataupun yang lebih dikenal dengan MoU Helsinki. Yang ditandatangani oleh pihak GAM dan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 adalah merupakan dasar pijakan hukum bagi terciptanya kebebasan dan perdamaian yang menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua pihak.
Adapun sebagian dari hal-hal penting yang terdapat di dalam kesepakatan bersama MoU Helsinki adalah:

Pertama: Mantan pejuang Aceh tidak ada lagi dipanggil dengan sebutan “sparatis”, karena telah mengikat diri dengan kesepakatan yang telah di tanda-tangani oleh pihak seperti termaktup di dalam MoU Helsinki. Kini rakyat Aceh sudah mulai merasakan hidup aman dan tenang serta tidak lagi merasa takut terhadap berbagai tindakan kekerasan seperti yang terjadi di masa konflik yang baru berakhir sekitar tiga tahun yang lalu.

Kedua: Acheh telah lama dilupakan dunia, akan tetapi dengan gempa dan tsunami serta adanya MoU Helsinki, Aceh telah menjadi perhatian dunia internasional untuk dapat dibantu secara langsung terhadap kepentingan rakyat Aceh dari segala kehancuran dan ketinggalan di semua bidang.


Ketiga: Aceh akan mendapatkan kebebasan dalam bentuk hak-hak sipil, politik dan mengenai hak-hak ekonomi, sosioal dan budaya sebagaimana tercantum di dalam Konvenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa, di mana proses tersebut, dijalankan melalui proses demokrasi, adil dan bermartabat. Sebagai imbalan, Pemerintah Pusat mempunyai hak-hak tersendiri yang telah diatur di dalam MoU Helsinki tersebut.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak Pimpinan Urusan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, Javier Solana di atas dukungan penuhnya terhadap kami dan juga kepada mantan Ketua Tim Misi Monitoring Aceh, Pieter Cornelis Feith beserta Staf dari negara-negara anggota Uni Eropa, ASEAN, Norwegia dan Swiss yang telah berhasil memantau dan menjalankan isi MoU Helsinki sehingga di Aceh terpelihara dan terjaga perdamaian yang menyeluruh ini.

Juga saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mantan Presiden Martti Ahtisaari dari Finlandia, mantan Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan, pemerintah Amerika Serikat, Jepang, Swiss, Swedia, Norwegia dan lain lain yang telah berusaha keras membantu mencari jalan terbaik, guna menyelesaikan konflik Aceh secara damai.

Dalam kesempatan ini, teristimewa, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak Pemerintah Republik Indonesia yang tetap komitmen dengan isi-isi MoU Helsinki dan untuk ini, saya menghargai kebijaksanaan dan tekad baik yang “decisive” yang telah diambil oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Bapak Yusuf Kalla yang sejak dari awal lagi tahun 2000, telah merintis jalan penyelesaian konflik yang berkepanjangan di Aceh, harus melalui perundingan bukan dengan cara kekerasan senjata.

Kepada rakyat Aceh, saya menyerukan untuk tetap memelihara dan menjaga perdamaian yang menyeluruh dan jangan berusaha untuk menghancurkan perdamaian ini. Kalau masih ada pihak-pihak yang menentang dan tidak menyetujui MoU Helsinki ini, maka disini, saya menyerukan untuk kembali dan bersatu dengan rakyat Aceh yang sekarang sedang memelihara dan menikmati kedamaian dan kebebasan yang menyeluruh di bumi Acheh.

Perjuangan rakyat Aceh sekarang ini, adalah perjuangan kearah sistem yang membawa aspirasi seluruh rakyat Aceh melalui perangkat politik dalam usaha memelihara perdamaian, keamanan dan kebebasan dengan cara yang adil, jujur, dan bermartabat bagi semuanya. Perlu diingat, bahwa perjuangan dengan melalui jalur politik dan demokrasi inilah yang didukung dan disokong sepenuhnya oleh dunia internasional serta saya yakin, juga didukung sepenuhnya oleh semua lapisan rakyat Indonesia yang cinta perdamaain, kestabilan dan kesejahteraan negara ini untuk masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, saya berpesan kepada seluruh rakyat Aceh untuk tetap menjaga kesatuan Aceh dan jangan sekali-kali trepancing pada usaha-usaha jahat dari beberapa kelompok supersif, dalam usaha mereka untuk mensabotase perdamaian, mengadu domba kita sesama kita dan memecah belah Aceh, yang kalau tidak kita tidak sedari, untuk membendunginya, akhirnya akan menimbulkan konflik berdarah untuk kesekian kalinya yang akan mengangcur-leburkan dan merugikan kesemua pihak

Tak lupa saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bersusah payah memfasilitasi kepulangan saya dan rombongan ke tanah air sebegitu baik.
Terima kasih yang tak terhingga kepada saudara-saudara yang saya kasihi sekalian, yang telah bersusah payah datang ke Banda Aceh dari – seluruh Aceh – untuk menyambut kepulangan saya ketanah pusaka ini secara meriah sekali, yang tentunya, tak dapat saya lupakan sepanjang hayat saya. Hanya Allah yang akan membalas segala kebaikan saudaraku sekalian. Amin, amin, amin ya Rabbal ’alamin.

Akhirnya mengingat kita masih berada di bulan syawal, bulan fitrah, saya ucapkan Selamat hari Raya Idul Fitri tahun 1429 H. Mohon ma’af lahir dan batin.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tengku Hasan Muhammad di Tiro


WALI DAN PERJUANGAN RAKYAT ACEH

Misi Damai
Kepulangan wali nanggroe (Tgk Hasan di Tiro) 11 Oktober 2008 lalu, punya kesan khas bagi ureueng Aceh. Karena dapat melihat wajah langsung sekaligus mendengar amanah dari tokoh yang 30 tahun melagenda itu. Maka tidak heran kehadirannya disambut haru-biru rakyat sebagaimana disaksikan di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Peristiwa tersebut bagaikan pengulangan sejarah ketika rakyat berbondong-bondong datang ke Banda Aceh untuk mendukung perjuangan referendum tahun 1999. Saya mempersonifikasi kepulangan wali ke Aceh yang disambut ribuan rakyat, seperti sejarah Ayatullah Imam Khomeini di Iran, tahun 1979 yang pulang ke negerinya

Sebenarnya wali nanggroe Tgk Hasan di Tiro sejak bermukim di luar negeri pernah beberapa kali pulang ke Aceh, dan terakhir tahun 1976. Dalam catatan hariannya yang berjudul The Prince of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan Tiro(1981), tersebut ia ke Aceh pada 30 Oktober 1976 dari rute Seattle Amerika Serikat, Tokyo, Hongkong, dan Thailand, dan melalui jalur laut, ia masuk Aceh.

Wali ketika itu mendarat di Desa nelayan Pasie Lhok, Pidie yang disambut oleh sejumlah pasukan bersenjata lengkap dipimpinan M.Daud Husin (Daud Paneuk). Beliau pulang ke Aceh itu untuk memimpin perjuangan rakyat melawan pemerintah Indonesia. Hingga pada 4 Disember 1976, wali Tgk Hasan Tiro memproklamirkan perjuangan Aceh Merdeka (GAM) di bukit Cokan pedalaman Kecamatan Tiro.

Wali memimpin perjuangan Aceh setelah kegagalan Darul Islam Aceh pimpinan Teungku Daud Beuereueh, ulama kharismatik yang juga guru Tgk. M. Hasan di Tiro. GAM sendiri adalah nama lain dari Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). Perjuangan itu, menurut Hasan Tiro, sebagai lanjutan perjuangan rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan Belanda sejak tahun 1873. Perjuangan rakyat yang sudah berlangsung 125 tahun, dan Aceh tidak pernah menyerah kepada Belanda.

Jika Aceh sekarang ini berada di bawah Indonesia, menurut Wali Nanggroe, adalah kesalahan Belanda yang telah menyerahkan kedaulatan Aceh kepada Indonesia tahun 1949. Jadi Aceh merupakan sebuah wilayah yang lepas dari Indonesia dan memiliki identitas serta pemerintahaan sendiri (Lukman Thaib 1997:46). Alasan-alasan tersebut yang kemudian menimbukan konflik politik yang berkepanjangan (32 tahun) antara Aceh dengan Jakarta, hingga berakhir dengan ditandatangani MoU damai di Helsinki, 15 Agustus 2005. Konflik Aceh-Jakarta, telah mengorbankan harta dan ribuan nyawa rakyat Aceh. Dan itu adalah cacatan sejarah pahit rakyat.

Menurut Moch Nurhasim (2008: 67), sebelum GAM diproklamirkan pada tahun1976, Tgk Hasan sendiri sudah terlibat perjuangan DI/TII, khusunya di Amerika Serikat. Hal itu dapat disimak dari catatan-catatan Tgk Hasan, bagaimana pemikiran dan gagasan beliau tentang Indonesia.

Lewat GAM, beliau menginginkan Aceh seperti konsep masa lalu NegaraAceh pada zaman Iskandar Muda, yang makmur dan Berjaya. Itu tercermin dalam beberapa tulisannya saat masih menjadi mahasiswa fakultas hukum pada Columbia Universiti dan sebagai Staf Perwakilan Indonesia di New York. Pada September 1954. Nama Tgk. M Hasan di Tiro kemudian populer sejak beliau memproklamirkan dirinya sebagai “Duta Besar Republik Islam Indonesia” di Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sebuah surat terbuka yang dkirim kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Efek dari surat tersebut, paspor diplomatik beliau sempat dibekukan atas perintah Perdana Menteri, sehingga Tgk M Hasan di Tiro sempat ditahan oleh pihak Imigrasi dan terkantung-kantung di Amerika untuk beberapa bulan.


 Misi damai

Kepulangan Tgk Hasan di Tiro kali ini ( 11 Oktobber 2008), pastilah bukan seperti kepulangannya pada tahun 1976 lalu yang akan memimpin pasukan dan mendekralasi perjuangan Aceh. Kali ini Wali Nangroe, pulang ke tanah indatu semata untuk misi perdamaian, dan melanggeng damai yang diawali MoU Helsinky.

Artinya, spirit perjuangan rakyat Aceh saat ini adalah berjuang mengubah nasib agar damai bisa langgeng, dan rakyat beroleh kemakmuran. Itu sebenarnya yang menjadi inti pesan Wali dalam setiap pertemuan maupun ceramah politik di Aceh. Seperti ungkapan beliau “ Di dalam perang kita telah banyak pengorbanan, akan tetapi dalam kedamaian kita harus bersedia berkorban lebih banyak lagi. Memang, biaya perang sangat mahal akan tetapi biaya memelihara perdamaian jauh lebih mahal. Peliharalah perdamaian ini untuk kesejahteraan kita semua”.

Perundingan perdamaian yang panjang seru dan alot antara pihak GAM dan pihak Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandia, katanya, telah menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Memorandum of Understanding ( MoU) yang ditandatangani oleh pihak GAM dan RI pada 15 Agustus 2005. Itu merupakan dasar pijakan hukum bagi terciptanya kebebasan dan perdamaian yang menyeluruh, berkelanjutan serta bermartabat bagi semua pihak.

Pernyataan tersebut, tentu bermakna jauh bagi membina perdamaian serta perjuangan Aceh ke depan. Rakyat Aceh harus membangun perdamaian dan perjuangan politik dalam lunas-lunas demokrasi, dan menciptakan self goverment di Aceh. Ini harus dapat dibaca kemana arah perjuangan Aceh selanjutnya.

Perjuangan bersenjata telah beliau tinggalkan. Kini rakyat Aceh berjuang secara politik untuk menentukan masa depannya yang lebih bermartabat. Hal itu juga ditegaskan Wali Nannggroe dalam pidatonya di Hotel Concorde Syah Alam Selangor. Ia mengajak rakyat Aceh agar tidak lupa sejarah. Dalam konteks ini adalah berkaitan dengan sejarah perjuangan politik rakyat Aceh serta sejarah kejayaan Aceh ketika masih berdiri teguh sebagai satu wilayah yang bermartabat.

Wali nanggroe telah kembali ke luar negeri (Swedia) setelah 14 hari berada di tanah kelahirannya. Namun, apakah rakyat Aceh dapat menangkap pesan-pesan yang telah pernah beliau sampaikan? Apakah perjuangan politik akan memihak rakyat Aceh, dengan kemenangan wadah politik sekarang, mampu diisi bagi kemajuan Aceh? Terserah rakyat Aceh, terutama pemerintahan yang kini berkuasa di Aceh. Sebab, perjuangan politik Aceh ada di tangan rakyat. Suara rakyat adalah suara perubahan.Kalau rakyat Aceh menghendaki perubahan, tiada siapapun bisa menghalanginya, begitu juga sebaliknya. Dan lunas-lunas perjuangan demokrasi untuk Aceh telah digariskan dalam perjanjian Helsinki,

Kita hanya bisa berharap mudah-mudahan rakyat Aceh bisa menentukan masa depan Aceh yang lebih bermartabat Karena tidak satu menginginkan nasib serta perjuangan rakyat Aceh selalu berada di pinggir jalan tanpa ada suatu perubahan. Seperti ungkapan syair Aceh “Aceh ibarat intan meusambong, seulingka hasee bumoe punoh deungon gas, tapi peuseubab hina tatanggong, luka Aceh lon sayang leupah that parah”.

Oleh : Effendi Hasan
*) Penulis adalah mahasiswa program doktor bidang falsafah politik dan ideologi, Universiti Kebangsaan Malaysia

PADUKA YANG MULIA WALI NANGGROE TEUNGKU MUHAMMAD HASAN DI TIRO BALIK KE SWEDIA



> Irwandi Sopiri Hasan Tiro ke Bandara
> Percepat Keadilan dan Kesejahteraan

Kuta Raja, Kepala Pemerintah Aceh Irwandi Yusuf dipercaya oleh tiga serangkai ..Dr Hasan Tiro, Malik Mahmud, dan dr Zaini Abdullah.. mengemudikan mobil yang membawa mereka dari Kota Banda Aceh ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) di Blangbintang, Aceh Besar, Minggu (26/10) sore. Dari Bandara SIM, rombongan bertolak ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk seterusnya kembali ke Swedia. Hasan Tiro yang diantar ratusan pendukungnya terbang bersama rombongan sekitar pukul 17.00 WIB kemarin dari Bandara SIM naik Air Asia jenis Air Bus dengan nomor pesawat 9M-AFL.

Kembalinya Hasan Tiro ke Norsborg, Swedia, setelah melakukan serangkaian kegiatan di Aceh sejak 11 Oktober lalu. Seperti biasa, tokoh yang di kalangan GAM dijuluki “Wali” itu didampingi sejumlah mantan petinggi GAM, antara lain, Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Syarif Usman, Muzakkir Abdul Hamid, Abu Razak, Muzakkir Manaf, Ibrahim KBS, dan sejumlah petinggi GAM/KPA lainnya.

Dalam rombongan juga terdapat Dr Ahmad Humam Hamid (mantan calon Kepala Pemerintah Aceh besutan GAM) serta Teuku Kamaruzzaman SH (Ampon Man), wakil GAM di BRR NAD-Nias.

Berdasarkan amatan Serambi, mobil jenis Land Rover yang membawa Hasan Tiro ke bandara ternyata disopiri Kepala Pemerintah Aceh Aceh, Irwandi Yusuf, yang diikuti oleh mobil pengawal Hasan Tiro. Namun, petugas bandara hanya mengizinkan para pengawal dan pengiring berada pada garis pembatas yang hanya sekira sepuluh meter dari tempat pesawat diparkir.

Sementara itu, ketika Hasan Tiro masih berada di ruang keberangkatan VIP, ia menerima sejumlah tamu. Di antaranya Pimpinan Muslim Aid Indonesia, Fadhlullah Wilmot.

Beberapa sumber menyebutkan, sehari setelah berada di Kuala Lumpur, pada 27 Oktober 2008, Hasan Tiro bersama petinggi GAM lainnya akan bertolak menuju ke Stockhlom, Swedia, negara tempat dia mengasingkan diri selama hampir 30 tahun terakhir. Rombongan akan mendarat di Bandara International Arlanda, Swedia, setelah menempuh perjalanan sekitar 12 jam.

Seperti diketahui, Hasan Tiro bersama petinggi GAM lainnya tiba di Aceh 11 Oktober 2008. Selama di Aceh pendiri GAM yang selama ini hidup berpindah dari Amerika Serikat, Libya, dan terakhir di Swedia itu pulang ke kampung halamannya untuk bersilaturahmi dengan masyarakat Aceh dan bertemu dengan keluarganya di Tiro.

Dalam dua hari terakhir, Hasan Tiro berada di Jakarta, untuk bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah tokoh serta komunitas Aceh di Jakarta. Dari Jakarta, Hasan Tiro dan rombongan kembali ke Banda Aceh, dan kemarin sore meninggalkan Aceh.

Percepat kesejahteraan

Sesaat sebelum meninggalkan tanah leluhurnya untuk kembali ke Stocklhom, Swedia, Hasan Tiro menukilkan pesan dan kesan dengan harapan agar perdamaian dapat dilanjutkan, sedangkan keadilan dan kesejahteraan, serta penegakan martabat rakyat segera dipercepat.

Demikian pernyataan tertulis Hasan Tiro yang diedarkan Komite Peralihan Aceh (KPA) ..sponsor kepulangan Hasan Tiro.. kepada wartawan, sesaat sebelum ia meninggalkan Aceh, melalui Bandara SIM Aceh Besar, sekitar pukul 16.30 WIB, Minggu (26/10).

“Ini telah menjadi kepulangan yang sangat bersejarah bagi saya pribadi, juga saya harapkan untuk seluruh rakyat Aceh. Dari lubuk hati saya yang dalam, saya mohon maaf kepada masyarakat dan wilayah-wilayah di Aceh yang belum sempat saya kunjungi, karena waktu jualah yang membatasi,” tulis Hasan Tiro.

Perdamaian Aceh, menurut Hasan Tiro, relatif berjalan secara benar dan baik, dan tentunya itu semua terjadi atas kerja keras dari semua pihak, Pemerintah Indonesia, Gerakan Aceh Merdeka, masyarakat sipil Aceh, dan teman-teman masyarakat internasional.

“Saya ingin menganjurkan kepada semua kita untuk mempertahankan dan bahkan memperkuat lagi kerja perdamaian kita ke depan, terutama dengan membangun komunikasi yang intensif dan melaksanakan amanat MoU Helsinki secara konsekuen.”

Ia melanjutkan, betapapun optimisnya hati dan perasaan kita, MoU Helsinki hanyalah sebuah gerbang awal dari sebuah perjalanan panjang perdamaian yang akan kita tempuh bersama. “Pekerjaan besar perdamaian baru saja kita mulai, dan bahkan ada yang belum kita mulai. Tidaklah salah kalau saya mengatakan bahwa seringkali mewujudkan perdamaian jauh lebih menantang dan sulit dari menandatangani persetujuan damai itu sendiri,” kata Hasan Tiro seraya menambahkan, namun pada saat yang sama, kita semua juga meyakini bahwa kekuatan dari sebuah keyakinan akan dapat mengalahkan berbagai tantangan, termasuk di dalamnya tantangan perdamaian.

Hasan Tiro juga mengingatkan, pekerjaan besar rakyat dan Pemerintah Aceh saat ini dan ke depan adalah bagaimana menempatkan keamanan manusia sebagai prioritas utama.

Ia pun berharap, gagasan pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang harus selalu dimulai dengan pertanyaan “apa dan berapa besar potensi sumbangannya terhadap proses perdamaian yang sedang berlanjut.”

Dalam konteks keamanan manusia, kata Hasan Tiro, pembangunan yang dilaksanakan di Aceh, idealnya berkorelasi dengan angka kriminal. Kekerasan yang rendah, penyakit menular yang terkontrol dengan baik, angka kematian bayi dan ibu melahirkan semakin rendah, pendidikan merata dan berkualitas, angka pengangguran dan kemiskinan yang terus mengecil, semakin berperannya wanita dalam berbagai aspek kehidupan, terpenuhinya prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dan terjaminnya berbagai kebebasan yang diakui dalam konvenan hak-hak asasi manusia.

“Hanya dengan cara inilah masyarakat Aceh sepcepatnya akan dapat hidup dalam suasana adil, sejahtera, dan bermartabat,” tukas doktor jebolan Columbia University, USA, itu. (yuh)

Menyambut Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Tengku Muhammad Hasan Di Tiro


Saptu 11 Oktober 2008

Ratusan Ribu massa di kawasan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh,saat menanti Petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Tengku Muhammad Hasan Di Tiro, terutama mereka yang datang dari berbagai wilayah untuk menyambut kedatangan Paduka yang mulia, Yang dijadwalkan tiba di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Aceh, Sabtu sekitar pukul 10.30 .

Pantauan Seurayung di Kuta Raja, Sabtu sebagian pertokoan dan pasar swalayan di ibukota Aceh (NAD) tutup, terutama yang berada di pusat kota,pertokoan tutup di sekitar kawasan Masjid Raya Baiturrahman, swalayan Pante Pirak dan pertokoan di sepanjang jalan T Umar serta di pusat kota yang dilalui massa, selain itu, labi-labi (angkutan kota) dan becak mesin hanya sebagian kecil yang beroperasi. Ribuan massa penyambut Paduka Yang Mulia Tengku Muhammad Hasan Di Tiro yang masih terus berdatangan dari berbagai wilaya di Aceh.

Massa yang sebelumnya menginap di tiga titik di Banda Aceh, yaitu kompleks PKA Taman Ratu Safiatuddin, Taman Budaya dan Kopelma Darussalam, sejak pukul 07.00 sudah bergerak menuju Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan salah satu tempat yang akan dikunjungi Paduka Yang Mulia untuk bersilaturahmi dengan masyarakat Aceh. dan sebagian lagi menuju ke bandara Sultan Iskandar Muda untuk melihat saat pesawat yang ditumpangi Paduka Wali Nanggroe, Pendiri GAM mendarat, yang telah 30 tahun hidup di luar negeri dan menjadi warga negara Swedia itu pulang ke rumahnya untuk bersilaturahmi dengan masyarakat Aceh dan bertemu dengan keluarga.




Partai Aceh Mengusulkan Hasan Tiro Sebagai Wali Naggroe


Kuta Raja, Partai Aceh juga mengusulkan Hasan Tiro sebagai Wali Nanggroe yang pertama kali setelah terbentuknya lembaga Wali Nanggroe, hal ini disebabkan karena Hasan Tiro sebagai pemegang mandat dari kalangan Tuha Peut, bahkan Hasan Tiro mendapatkan gelar sebagai Al Mukaram atau Yang Mulia, Al Mudabir atau public figure dan Al Malik yang artinya Raja.
Demikian dikemukakan Tgk Adnan Beuransyah seraya menambahkan walaupun sekarang ini Hasan Tiro masih berstatus sebagai warga negara asing, tidak menjadi masalah sebab Hasan Tiro pasti akan berkenan berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Indonesia.


Menurut Tgk Adnan Beuransyah, Partai Aceh telah memberikan usulan dan masukan kepada Pansus XI DPR Aceh yang sedang membahas rancangan Qanun tentang lembaga Wali Nanggroe, dimana Partai Aceh mengusulkan agar posisi Wali Nanggroe diatas Kepala Pemerintahan atau Gubernur. Hal ini dengan pemikiran bahwa jika kondisi di Aceh dalam kacau balau atau darurat, maka Wali Nanggroe bisa membubarkan parlemen bahkan untuk mengatasi situasi dan kondisi keamanan di Aceh yang kacau tersebut, Wali Nanggroe bisa meminta bantuan kepada Jakarta untuk mengirimkan pasukannya ke Aceh, namun setelah kondisi aman maka pasukan tersebut harus ditarik kembali.

"Partai Aceh tidak perlu berkonsultasi dengan Gubernur NAD berkaitan dengan posisi Wali Nanggroe yang diusulkan diatas Gubernur, namun pada prinsipnya petinggi GAM seperti Malik Mahmud setuju dengan usulan Wali Nanggroe diatas Gubernur," ujar Juru Bicara Partai ini ini.

Menurut lelaki yang akrab dengan kalangan pers ini, berdasarkan point 1.1.7 MoU Helsinki disebutkan bahwa lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya, hal ini berarti harus ada pengawal khusus buat Wali Nanggroe, dimana Partai Aceh mengusulkan pengawal khusus tersebut adalah berasal dari eks GAM yang belum mendapatkan pekerjaan.

Sementara itu, Tgk Waled Tanoh Mirah mengatakan Pansus XI DPR Aceh yang sedang membahas rancangan qanun tentang lembaga Wali Nanggroe haruslah bisa mengakomodir tuntutan berbagai pihak tentang lembaga ini sehingga qanun yang tercipta nanti bisa lebih sempurna, t
ermasuk Pansus XI harus mengakomodir kepentingan GAM.

Disamping itu, ujarnya, agar rancangan qanun ini tidak sampai menimbulkan polemik di masyarakat, mengingat jabatan Wali Nanggroe yang sangat sensitif terutama berkaitan dengan masalah keamanan.

"MUNA sebagai underbow Partai Aceh setuju saja dengan usulan Partai Aceh bahwa kedudukan Wali Nanggroe haruslah diatas Gubernur, karena artinya Wali adalah diatas segala-galanya. Disamping itu, Wali Nanggroe bisa saja membubarkan parlemen. Jabatan untuk Wali Nanggroe juga harus 5 tahun," kata ulama asal Bireuen ini.

Menurut Waled Tanoh Mirah, kalaupun perempuan yang menjadi Wali Nanggroe sebenarnya tidak menjadi masalah, sebab perempuan juga memiliki jiwa kepemimpinan buktinya ada perempuan yang menjadi Perdana Menteri seperti Margareth Thatcher. Memang dalam ajaran Islam, sebaiknya perempuan tidak memimpin kaum laki-laki. Kita tidak mengerti apa hikmah dibalik hal ini, walaupun mungkin disebabkan karena perempuan lebih mengutamakan perasaannya.

"Sebaiknya Wali Nanggroe tidak hanya bergerak di bidang sosial budaya dan adat istiadat saja, melainkan bisa terlibat dalam masalah politik seperti menyelesaikan pertikaian antara lembaga eksekutif dengan legislatif dll," tegasnya.

Sedangkan, Tgk Faisal Ali menyatakan sampai saat ini HUDA belum mempelajari dan belum mempunyai agenda untuk membahas masukan HUDA berkaitan dengan pembuatan rancangan qanun tentang lembaga Wali Nanggroe, walaupun telah menimbulkan pro dan kontra antara lain karena posisi Wali Nanggroe yang berada diatas Gubernur.

"Pembentukan lembaga Wali Nanggroe memang merupakan amanah MoU Helsinki, namun kalau bisa tidak bertentangan dengan undang-undang yang bersifat nasional," tambah Sekretaris Jenderal HUDA ( Himpunan Ulama Dayah Aceh) seraya menambahkan keberadaan lembaga Wali Nanggroe tidak akan menggusur lembaga adat yang sudah ada di Aceh, bahkan lembaga Wali Nanggroe akan menjadi pemersatu bagi lembaga adat yang telah ada. (Tommy CK/Opie)

ANTARA ACEH DAN KOSOVO?


Pengistiharan kemerdekaan Kosovo pada 17 Februari beberapa bulan yang lalu masih menjadi kenangan bagi masyarakat Aceh khususnya. Kemerdekaan Kosovo sempat menjadi perbincangan hangat di keude-keude kupi seluruh Aceh. Diselah-selah perbincangan itu ada di antara mereka yang berangan-angan kapankah Aceh akan menjadi seperti Kosovo?,

ada juga yang masih ragu-ragu dengan apa yang sedang terjadi di Kosovo, yang menarik ada yang pesimis dengan apa yang berlaku di Kosovo akan terjadi di Aceh. Kelompok inilah telah merasa puas dengan keadaan yang ada sekarang, mereka tidak mau ambil pusing dengan keadaan yang terjadi di luar atau realita yang akan terjadi di Aceh. Bagi mereka yang terpikir hanya apa yang dapat mereka perolehi dan nikmati dengan keadaan Aceh sekarang ini. Keadaan yang sama ini mengingat penulis ketika era pengistiharan kemerdekaan Timur Leste pada 1999. Kemerdekaan Timur Leste juga melahirkan berbagai persepsi dikalangan masyarakat Aceh, sehingga datang inspirasi pemuda Aceh untuk menggerakkan idea perjuangan melalui “REFERENDUM ACEH”, walapun akhirnya perjuangan ini telah senyap seiring dengan mengalirnya kekuasaan dan uang bagi para mantan pelopor gerakan ini.

Akankah realita yang terjadi di Kosovo akan terus menjadi agan-agan bagi orang Aceh, kalau hal ini terjadi maka hampalah harapan untuk menentukan masa depan Aceh yang lebih baik. Tidakkah sepatutnya realita yang terjadi di Kosovo menjadi Spirit bagi pemuda, pemimpin, Ulama dan masyarakat Aceh untuk menentukan kearah mana hendak membawa Aceh kedepan, kearah kehancuran kesekian kali atau kearah kecermelangan ?. jawaban hanya ada pada orang Aceh. Mengapa kita tidak mengambil satu inti dari perjuangan masyarakat Kosovo menjadi landasan perjuangan bagi kita kedepan. Dengan itu kita tidak lagi berdiri pada landasan yang berbeda-beda dan mau menjadikan perbedaan pendapat menjadi rahmat bukan permusuhan. Dengan demikian kita akan membentuk satu shaf yang kokoh dengan satu matlumat yang sama disaat Negara luar telah mendukung perjuangan Aceh. Sehingga kita tidak mudah di adu domba dengan berbagai kepentingan dan hegomoni penguasa pusat yang hendak menjadikan Aceh terus dalam kongkongan kekuasaan mereka. Hal inilah yang harus kita intropeksi dan kita cari jawaban yang mendasar agar realita yang telah terjadi di Kosovo dapat kita ambil hikmah untuk membentuk masa depan Aceh yang lebih baik.

Kemerdekaan Kosovo yang telah di proklamirkan bukanlah sebuah ilusi atau Republik mimpi, tapi ia suatu kenyataan di mana pada abad ke 21 ini telah lahir lagi sebuah Negara baru di dunia. Walapun pengistiharan kemerdekaan Kosovo sempat melahirkan pro dan kontra terutama bagi Negara Rusia dan Serbia, akan tetapi dengan dukungan Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa Perdana Menteri Kosovo Hashim Thaci, pada hari minggu tanggal 17 Februari 2008 telah mengumandangkan kemerdekaan Kosovo dari Serbia. Pengistiharan kemerdekaan tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Kosovo dan tarikh itu akan dicatat dengan tinta emas oleh mereka. Kini Kosovo telah menjadi Negara merdeka, bebas, berdaulat, dan berdemokrasi ditanah air sendiri.

Sebenarya bila kita tinjau perjalanan konflik dan perjuangan masyarakat Kosovo agaknya tidak jauh berbeda dengan perjuangan masyarakat Aceh, sebelum diistiharkan menjadi Negara merdeka, Kosovo merupakan wilayah miskin yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Albania yang beragama Islam. Wilayah yang sebagian besar kawasannya adalah daratan yang merupakan salah satu daerah di benua Eropa yang termiskin. Lebih dari setengah penduduknya hidup dalam kemiskinan. Meskinpun memiliki sumber kekayaan mineral, namun agrikultur (budi daya pertanian) menjadi kegiatan utama perekonomian penduduk. Sekitar 2 juta jiwa atau 90 persen dari penduduk Kosovo berasal dari suku Albania, 100.000 orang Serbia menetap di Kosovo sebagai eksodus pasca perang non Albanian. Minoritas Serbia ini hidup di kawasan terpisah, dengan pengawasan dari pasukan keamanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Orang-orang Slavic dan Albania sudah tinggal di Kosovo sejak delapan abad yang lalu. Kosovo adalah pusat kerajaan Serbia hingga pertengahan abad ke 14, Serbia menganggap Kosovo sebagai tempat kelahiran negaranya. Kekalahan Serbia dipertempuran tahun 1389, menyebabkan selama berabad-abad Kosovo berada di bawah kekuasaan Muslim Ottoman (Usmaniyyah). Serbia mendapatkan kembali di Kosovo pada tahun 1913 dan propinsi tersebut tergabung sebagai bagian dari federasi Yugoslavia.

Serbia dan suku Albania berlomba untuk menguasai Kosovo sepanjang abad ke 20. Tekanan pada tahun 1960-an terhadap identitas nasional Albania di Kosovo membuka garis toleransi dari Beograd. Etnik Albania mulai memperoleh kedudukan dalam pemerintahan di Kosovo dan Yugoslavia. Pada tahun 1974 konstitusi Yugoslavia memposisikan status Kosovo sebagai propinsi dengan otonomi sendiri, upaya tersebut untuk meminimalisasi keinginan Kosovo untuk merdeka pada tahun 1980 atau setelah meninggalnya presiden Yugoslavia, Tito. Akan tetapi, kekecewaan atas pengaruh Kosovo terhadap Federasi Yugoslavia di manfaatkan oleh pemimpin selanjutnya, Slobodan Milosevic. Setelah menjadi presiden pada tahun 1989, ia meneruskan untuk melucuti kekuasaan otonomi Kosovo. Pelucutan tersebut telah melahirkan sebuah gerakan perlawanan suku Albania atau di kenal juga dengan istilah gerakan pembebasan Kosovo (Kosovo liberalization Army/KLA).

Gerakan ini berlangsung pada tahun 1990-an yang bertujuan untuk kemerdekaan atau minimal untuk mengembalikan otoritas otonomi bagi masyarakat Kosovo walaupun akhirnya mereka gagal mendapatkannya. Para gerilyawan Kosovo melakukan serangan dan tekanan bersenjata ke Serbia. Serangan tersebut telah memicu tindakan kejam militer Yugoslavia. Slobodan Milosevic menolak kesepakatan komisi Internasional untuk mengakhiri konflik. Penyiksaan yang dilakukan terhadap Albania di Kosovo, memicu serangan udara NATO melawan Serbia pada bulan Maret 1999. Ratusan dari ribuan pengungsi membanjiri Albania, Mecodonia dan Montenegro. Ratusan orang menjadi korban akibat konflik tersebut, Militer Serbia diusir paksa bertepatan dengan musim panas pada tahun 1999. sejak saat itu PBB mengambil alih pengawasan pemerintah atas propinsi tersebut. Status Kosovo sebelum merdeka pada bulan Februari 2008 adalah sebagai propinsi dari Serbia, sekaligus merupakan perpecahan dari Yugoslavia. Pengawasan pemerintah berlangsung di bawah naungan PBB. Jumlah penduduk di Kosovo sekitar 1,8 juta hingga 2,4 juta dengan ibu kota Pristina. Bahasa utama yang digunakan oleh penduduk adalah bahasa Albania dan Serbia. Mayoritas agama yang dianut oleh penduduk adalah agama Islam dan Kriten.

Sekilas pandang perjuangan masyarakat Kosovo sebelum merdeka memang mereka lalui dengan penuh liku-liku, pengorbanan dan air mata juga membasahi bumi Kosovo, akan tetapi keinginan untuk bertapak di negeri sendiri dan hidup lebih bermartabat telah menyatukan langkah dan keinginan mereka untuk mencapai satu tujuan atau dalam bahasa krennya Udep Saree Matee Syahid . Memang benar pepatah Aceh yang menyatakan “Panee Padee Meuyoe Hana Bijeh” ( padi tidak akan menghasikan panen tanpa ada benih), Meuyoe Ka Meupakat Lampoh Jeurat Tapeugala (kalau kita sudah bersatu semua akan mampu kita laksanakan). Sebenarnya pepatah Aceh itu telah memberi isyarat yang sangat mendalam bagi masyarakat Aceh agar selalu menjaga kebersamaan serta tidak mudah diadu domba oleh kepentingan orang lain. Sebenarya apa yang telah di capai oleh masyarakat Kosovo akan mampu dicapai oleh masyarakat Aceh, peluang itu akan terbuka lebar bagi masyarakat Aceh menjelang pembentukan self Government tahun 2009 dengan kemenangan partai lokal Aceh. Di sinilah perlu kearifan masyarakat Aceh untuk memilih partai lokal yang benar-benar lahir dari para pejuang yang telah terbukti komitmen dalam memperjuangkan Aceh, mereka telah mampu mewujudkan perdamaian di Helsinki untuk mencari pengakuan dan dukungan terhadap nilai-nilai perjuangan masyarakat Aceh dari Negara luar.

Masyarakat Aceh perlu berpandangan jauh kedepan, perjuangan politik serta penentuan nasib Aceh sangat ditentukan pada tahun 2009 dengan kemenangan partai politik lokal yang mempunyai komitmen perjuangan ke Aceh yang mengakar, bukan partai yang lahir karena kepentingan kekuasaan dan uang apalagi partai yang berbasis nasional. Berbagai halangan yang sedang dicoba oleh para elit politik di pusat maupun di Aceh dengan berbagai tuntutan pemekaran, pembusukan karakter perjuangan dan mantang pejuang, sehingga kepada pencekalan tidak lahirnya nama partai politik lokal dengan nama perjuangan. Semua halangan tersebut hendaknya makin mematangkan pikiran masyarakat Aceh untuk mengambil pilihan dan kesimpulan siapa sebenarnya yang tidak ikhlas terhadap masa depan Aceh. Kematangan tersebut akan melahirkan nilai suci dalam menentukan pilihan 2009 yang sekaligus akan menjadi penentu kemenangan partai lokal yang pro perjuangan Aceh. Pilihan itu sekaligus akan menjadi pilihan Referendum rakyat Aceh untuk memilih masa depan yang lebih bermartabat. Kemenangan partai politik lokal yang dipimpin oleh mantan pejuang Aceh pada pemilu lokal 2009 akan menjadi barometer bagi Negara luar melihat keinginan masyarakat Aceh. Sehingga cita-cita serta kenyataan yang telah terjadi di Kosovo akan menjadi realita di Aceh. Kita cuma bisa berharap semoga rakyat Aceh tidak salah dalam membuat pilihan masa depan yang lebih bermartabat, sehingga peristiwa Tsunami 2004 tidak terulang kembali menjadi peristiwa Tsunami politik di tahun 2009. Ungkapan ini mungkin sesuai untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai sebuah bangsa yang pernah merasakan arti kemerdekaan dan kejayaan “ Hate Beu Teutap Beusunggoh-Sunggoh, Surak Beurioh Hai Peunerus Bangsa, Dum Geutanyoe Pahlawan Gagah, Tamanoe Beubasah Ta Bela Bangsa” Wallahu’alam.

Agar Cinta Bersemi Indah


Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan dalam rumah tangga dan kebahagiaan di akhirat.
Sebagai hamba yang dianugerahi fitrah, kita memang perlu menyeimbangkan harapan. Tak salah kita berdoa memohon suami yang sempurna, tetapi pada saat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan.
Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kita persiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman.
Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita (marital commitment) akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagian dan kepuasan.
Apa bedanya harapan dan komitmen? Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga kita? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut begitu istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat dan berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung.

Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasuk mengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah mensyukuri perkawinan.
Disebabkan oleh komitmen yang sangat kuat pada Allah dan Rasul-Nya istri Julaibib mengikhlaskan hati untuk menikah dengan Julaibib. Yang baru semalam usia pernikahan mereka Julaibib mengakhiri hayat di medan syahid. Ketika ibunya merasa tidak rela dikarenakan rendahnya rendahnya martabat dan buruknya perawakan fisik, ia meminta agar orang tuanya menerima pinangan itu kalau memang Rasulullah saw. yang menentukan.
Orang yang melapangkan hati untuk menenggang perbedaan, cenderung akan menemukan banyak kesamaan. Perbedaan itu bukan lantas tidak ada, tetapi kesediaan untuk menenggang perbedaan membuat kita mudah untuk melihat kesamaan dan kebaikannya. Sebaliknya, kita akan merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, tidak terkecuali pendamping hidup kita, bila kita sibuk mempersoalkan perbedaan. Apalagi jika kita sering menyebut-nyebutnya, semakin terasa perbedaan itu dan semakin tidak nyaman membina hubungan dengannya.
Semoga Allah melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa mengilmui. Semoga Allah menjauhkan kita dari kesibukan yang membinasakan. Semoga Allah pula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang, ketulusan, dan kerelaan menenggang perbedaan. Sesungguhnya telah berlalu umat-umat sebelum kita yang mereka binasa karena sibuk mempersoalkan perbedaan dan memperdebatkan hal-hal yang menjadi rahasia Allah.
Nah, jika mempersoalkan perbedaan, menyebut-nyebutnya, dan mengeluhkannya akan membuat hubungan renggang, mengapa tidak melapangkan hati untuk menenggangnya? Sesungguhnya menenggang perbedaan akan menumbuhkan kasih sayang dan kemesraan yang hangat. Ada perasaan mengharukan yang sekaligus membahagiakan jika kita memberikan untuknya apa yang ia sukai.
Untuk itu, ada tiga hal yang perlu kita pahami agar ia mempercayai ketulusan kita. Pertama, berikanlah perhatian yang hangat kepadanya. Besarnya perhatian membuat dia merasa kita sayang dan kita cintai. Kedua terimalah ia tanpa syarat. Penerimaan tanpa syarat menunjukkan bahwa kita mencintainya dengan tulus. Tidak mungkin menerima dia apa adanya jika kita tidak memiliki ketulusan cinta dan kebersihan niat. Ketiga, ungkapkanlah dengan kata-kata yang tepat.
Berkaitan dengan ungkapan ini, ada sebuah tips yang ahsan yang disampaikan oleh ustaz yang kini masih mengajar di jurusan Psikologi, UII, Yogyakarta ini. Yakni terminologi "aku" dan kamu". Saat kita mendapatkan bahwa masakan yang dibuat pasangan kita keasinan misalnya, maka gunakanlah kata ganti "aku" . "Aku lebih suka kalau sayurnya lebih manis, sayang" Tapi saat kita mendapatkan suatu kelebihan pada diri pasangan, ia sukses menggoreng telor dadar misalnya (biasanya ia menggoreng berkerak), maka kita gunakan kata ganti "kamu". "Kamu memang pintar, istriku". Kita gunakan kata "aku" untuk sesuatu yang sifatnya negatif dan "kamu" untuk sesuatu yang sifatnya positif. Untuk semua hal.
Tampaknya memang benar, karena penggunaan kata ganti "kamu" untuk sebuah kesalahan yang telah dilakukan oleh pasangan kita cenderung menyaran pada arti memvonis alih-alih memosisikan pasangan kita sebagai tertuduh.
Dalam perspektif pragmatik (linguistik), terminologi ini merupakan sebuah upaya penggunaan maksim kesopanan dengan tetap mempertahankan maksim kerja sama. Dengan tujuan agar tidak terjadi konflik pada keduanya.
Berangkat dari petunjuk Allah ini tidak layak bagi kita untuk sibuk mempersoalkan kekurangan ataupun kesalahan, apalagi kekurangan yang sulit dihilangkan, sepanjang ia tidak melakukan kekejian yang nyata. Betapa pun banyak yang tidak kita sukai darinya, kemesraan dengannya tak akan pudar jika kita mencoba untuk berbaik sangka kepada Allah, barangkali di balik itu Allah berikan kebaikan yang sangat besar. Sebaliknya, sesedikit apa pun keburukannya, bila kita sibuk menyebut-nyebut dan mengingatnya, akan sangat memberatkan jiwa. Dampak selanjutnya tidak hanya bagi hubungan suami istri, tetapi merembet pada hubungan kita dan si kecil.
Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya berupaya memperbaiki dan bukan menuntut untuk sempurna. Bukankah kita sendiri mempunyai kekurangan, mengapa kita sibuk menuntut istri untuk sempurna? Ada amanat yang harus kita emban ketika kita menikah. Ada ruang untuk saling berbagi. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Dan bukan saling mengeluhkan, alih-alih menyebut-nyebut kekurangan.
Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski bukan berarti kita lantas membiarkan kesalahan. Berikanlah dukungan dan kehangatan kepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan. Tunjukkanlah bahwa kita memang sangat menghargainya, menerimanya dengan tulus, mau mengerti dan bersemangat mendampinginya.
Dalam buku ini Ustaz Fauzil memang tidak hanya membahas seputar keikhlasan menerima pasangan kita apa adanya. Namun tampaknya beliau memandang masalah yang remeh temeh ini dalam beberapa hal telah menjadi batu karang yang cukup terjal yang kemudian melahirkan benih-benih konflik dan alih-alih perceraian.
Seperti pada bagian akhir, beliau menjelaskan bagaimana upaya belajar itu tidak sebatas menerima apa adanya, tetapi juga diikuti dengan belajar mendengar dengan sepenuh hati. Karena tidak jarang kita bukan tidak paham jawaban yang sesungguhnya diinginkan di balik pertanyaan pasangan.
Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan tetapi ternyata hal itu jauh meleset dari dugaan. Kita bukan mendengar pasangan tetapi mendengar diri sendiri, kita bukan memberi solusi tapi malah menambah materi. Kita bukan memberi jalan keluar alih-alih menghakimi. Kita bukan memberikan jawaban, tetapi malah memberikan pertanyaan. Kita bukan meringankan tetapi malah memberatkan. Benarkah?
Al akhir, kekayaan itu ada di jiwa. Dan keping kekayaan itu dimulai dari ketulusan menerima. Dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikan empati, lebih mudah untuk memahami, lebih mudah untuk berbagi dan lebih mudah mendengar dengan sepenuh hati.
Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantis sementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh, sudahkah kita berterima kasih kepadanya? Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kesalahan kita? Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita dan ungkapkan sebuah panggilan sayang untuknya. Mulailah dari yang paling mudah, hatta yang paling remeh atau kecil sekalipun. Mulailah dari yang paling kecil, demikian Ustaz Aa' berpesan. Little things mean a lot, demikian Ustaz Fauzil menambahkan. Agar cinta bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan kita.
Masya Allah.
Subhanallah.
Alhamdulillahirabbil alamiin.
Wallahu alam bisshawab.
(bagi yang belum menikah tidak usah khawatir, jika engkau jaga risalah Allah adalah sebuah keniscayaan jika Allah kan berikan yang terbaik buat antum, sekali lagi terbaik dalam perspektif Allah, dan bukan perpektif kita)

oleh : M. Fauzil Adhim


Rakyat Aceh Harus Ingat Sejarah


Pesan Hasan Tiro dari Selangor, Malaysia:
Rakyat Aceh Harus Ingat Sejarah
* Komit Jaga Perdamain


Harian Serambi Indonesia tanggal 6 Oktober 2008


SELANGOR – Deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Dr Tgk Hasan Muhammad Ditiro, nyaris meneteskan air mata saat menyampaikan pesan-pesan khusus kepada rakyat Aceh, saat menerima Serambi dan dua wartawan asal Aceh, di Selangor Darul Ehsan, Malaysia, Minggu (5/10). Wartawan Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur, dari Selangor, Malaysia, tadi malam melaporkan, dengan suara terbata-bata, Tgk Hasan M Ditiro yang di kalangan GAM lebih sering disapa Wali, meminta kepada seluruh rakyat Aceh untuk senantiasa ingat tentang sejarah perjuangan sehingga tercapainya perjanjian damai (MoU), Helsinki yang didukung oleh bangsa-bangsa Uni Eropa dan dunia.


Suaranya sempat terhenti beberapa saat setelah mengucapkan Assalamulaikum. “Rakyat Aceh mesti tahu sejarah, sebab tanpa perjuangan tersebut, tidak akan mungkin bagi kita bisa membina hubungan dengan negara-negara lain, seperti yang terjadi sekarang ini, I told to you in Acehness,” ujar Tgk Hasan Tiro dalam bahasa Aceh bercampur Inggris sambil tertawa, setelah sebelumnya menanyakan apakah kami bertiga datang langsung dari Aceh.

Dengan mata berkaca-kaca dan nyaris terisak, Wali melanjutkan pernyataannya, “So... He had done anything that happened. People in Papua.... lebih banyak yang mereka usaha sekarang bahwa berjuang itu penting sekali. Saya dengar orang Aceh banyak sekali di Jakarta sekarang memperjuangkan kepentingan Aceh. Dan, semua orang... semuanya mau seperti...”

Tgk Hasan Tiro yang berbicara dalam bahasa Inggris bercampur Melayu kembali terhenti. “Semuanya ingin seperti yang terjadi di Aceh,” timpal seorang yang hadir dalam pertemuan tersebut. “Ya....” ujar Tgk Hasan Tiro menyambung pernyataan tersebut. “Thank you, thank you,” kata Wali sambil menutup pembicaraan.

Mengumbar senyum

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 25 menit, mulai pukul 17.11 sampai 17.36 waktu Malaysia (16.11-16.36 WIB), Wali kerap mengumbar senyum. Sesekali ia juga terlihat sesekali bercanda dan tertawa lebar dengan orang-orang yang hadir dalam pertemuan yang berlangsung dalam suasana cukup familiar tersebut.

Pada pertemuan berlangsung di salah satu hotel dalam wilayah Selangor DE Malaysia itu, Wali didampingi oleh mantan Menteri Luar Negeri GAM dr Zaini Abdullah, pembantu khusus Muzakkir Abdul Hamid, Syarif Usman, Juru Bicara KPA Pusat Ibrahim bin Syamsuddin (KBS), serta tujuh mantan kombatan GAM eks Libya yang bertindak sebagai pengawal.

Tgk Hasan Ditiro terlihat masih cukup bugar di usianya yang sudah menginjak kepala delapan (83 tahun). Wali yang tampil rapi dengan balutan jas hitam dipadu dasi warna maron keluar dari ruangan kamarnya tanpa harus dituntun atau dipapah oleh orang lain.

Sementara itu, Dr Zaini Abdullah yang mendampingi Wali mengulas panjang lebar tentang perjuangan panjang GAM yang sudah berusia sekitar 30 tahun sejak 4 Desember 1976 hingga tercapainya perjanjian damai Helsinki 15 Agustus 2005, yang difasilitasi CMI, serta didukung oleh negara-negara Uni Eropa, Asean, serta negara-negara lainnya.

“Bencana tsunami yang membuat sekitar 250 rakyat Aceh menjadi syuhada, seakan menjadi sebuah tanda agar kita kembali merajut perdamaian yang sudah diprakarsai oleh GAM dengan Pemerintah Indonesia sejak beberapa tahun sebelumnya,” kata Zaini Abdullah.

Dikatakannya, dengan adanya perdamaian ini rakyat Aceh sudah merajut kembali kehidupan baru dalam suasana damai untuk mencapai kesejahteraan. “Perdamaian ini mesti kita jaga, seperti ibarat bunga yang sentiasa harus kita siram, oleh kedua pihak. Yang paling utama adalah orang Aceh harus memelihara perdamaian ini, tapi jangan sampai kita melewati batas sehingga menjadi takabur,” katanya.

Zaini Abdullah juga mengingatkan agar seluruh rakyat Aceh, terutama para mantan kombatan GAM, agar selalu mengutamakan kepentingan rakyat banyak dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan sampai mengutamakan kepentingan pribadi, apalagi sampai terlibat dalam kasus-kasus kriminalitas sehingga bisa mengganggu perdamaian. Jadi kita semua harus bisa menjaga diri dan memelihara perdamaian agar abadi, sehingga cita-cita kita akan tercapai,” katanya dan terlihat Tgk Hasan Tiro mengangguk-anggukkan kepala sebagai tanda mengiyakannya.

Nyaris putus asa

Pertemuan Serambi bersama dua wartawan dari Aceh lainnya masing-masing Murizal Hamzah dari The Globle Journal dan Yuswardi A Suud dari Acehkini, adalah buah perjuangan keras selama dua hari setelah kami tiba di Malaysia pada, Sabtu (4/10) sore. “Harapan kami untuk berjumpa langsung dengan Tgk Hasan Ditiro nyaris pupus ketika kami memperoleh kabar bahwa Wali tidak diagendakan untuk melakukan pertemuan terbuka dengan masyarakat Aceh di Malaysia,” lapor wartawan Serambi, Zainal Arifin M Nur.

Bahkan, pada Sabtu malam kami sampai berputar-putar selama beberapa jam untuk mencari tempat penginapan Wali bersama rombongannya dari Swedia. Harapan untuk bertemu orang yang paling dicari oleh rombongan Pansus Wali Nanggroe DPRA dua lalu kembali terbuka ketika kami berhasil menemukan hotel tempat rombongan tersebut menginap.

Namun kegembiraan kami hanya berlangsung sesaat. Setelah menunggu hingga pukul 01.00 Minggu dini hari, kami tetap tidak berhasil melihat Wali. Karena informasi yang simpang siur, kami akhirnya memutuskan untuk istirahat karena kecapaian guna menyimpan stamina untuk keesokan harinya. Kondisi yang sama juga kembali terjadi ketika kami menunggu kedatangan Wali di restoran hotel pada pagi harinya. Di sini, kami hanya berjumpa dengan dr Zaini Abdullah dan Meuntroe Amir Mahmud (abang kandung Malik Mahmud), serta Syarif Usman, dan beberapa petinggi GAM lainnya.

Belakangan informasi yang kami peroleh, ternyata Wali tidak menginap di hotel tersebut. Kami pun nyaris putus asa untuk mendeteksi keberadaan Wali. Juru Bicara KPA Pusat, Ibrahim bin Syamsuddin (KBS) dan pembantu khusus Wali, Muzakkir A Hamid, serta beberapa petinggi GAM lainnya seakan menyimpan rapat agenda wali. “Beliau tidak ada agenda khusus selama di Malaysia, cuma mau bertemu dan bersilaturrahmi dengan rekan-rekan yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa,” ujar Muzakkir.

Namun, kami tidak putus asa, hingga tiba-tiba satu kabar yang ditunggu-tunggu datang dari Ibrahim KBS. “Nanti jam lima anda bertiga sudah diagendakan bertemu dengan Paduka Yang Mulia,” ujar KBS tanpa memberikan alamat pertemuan.

“Kerja keras kami akhirnya membuahkan hasil ketika kami dijemput masuk ke sebuah hotel di kawasan Selangor, hingga pertemuan mengesankan tersebut pun berlangsung,” sebut Wartawan Serambi, Zainal Arifin M Nur, mengakhiri laporannya.