Pada Jum’at pagi 28 Nopember 2008, langit mendung menutupi kota Lhokseumawe, kami tetap mengambil keputusan untuk berangkat sesuai rencana menuju tempat relokasi warga Alue Peunaga di gampong Alue Nireh Kec. Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang, seharian dalam perjalanan dari Lhokseumawe hujan terus menguyur menyirami seurayung hingga sampai ke Kabupaten Aceh Tamiang, sesampai disana, Asmuni (team) menghubungi rekanya pak Adna untuk menyewa bot ketek, salah satu alat trasportasi yang di pakai warga. Team seurayung mulai menaiki bot tradisional, jarak tempuh selama lebih kurang 2 jam, mengarungi kuala peunaga yang konon cerita kula ini di huni 6 ekor buaya, sambil menikmati pemandangan sepanjang Alue Peunaga, tak sadar tepi pantai gampong Aleu Nireh sudah mulai nampak, nahkoda bot dengan sangat terampil memasuki termaga…(video perjalanan)
Dalam kesempatan itu Seurayung sempat mewawan carai Tgk Mansur (tokoh masyarakat) menurut keterangan mantan warga Alue Peunaga," saat bencana gempa dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 lalu, banyak korban dan rumah di pesisir pantai itu hancur serta sejumlah bot milik nelayan rusak. Ombak besar di kawasan pantai ini bukan hanya ketika tsunami datang, tapi hampir setiap air pasang, ombak laut tetap ganas hingga air berhamburan ke rumah-rumah warga dan saat banjir bandang pun gampong kami juga kebagian bencana".Sumber berita serambinews.com Pemkab Aceh Tamiang telah menyediakan lahan seluas 750 hektar untuk relokasi warga agar tidak lagi bertahan hidup di tepi pantai sampai hari ini apa yang pernah di janjikan pemerintah baru rumah dengan tipe rumah sangat sederhana (RSS) yang tampak sedangkan sarana air bersih dan sarana listrik dari PLN sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda.
Bibalik potret perjalanan seurayung tampak sarana ibadah sedang tahap pekerjaan, menurut Tgk.Mansur sarana ibadah ini di bantu oleh BRR NAD-Nias, dan Tgk.Mansur menambahkan "pernah juga pemerintah menjanjikan akan diberikan lahan untuk bertani seluas 2 hektar, tapi semua itu masih seperti mimpi dan harapan yang tak pernah kesampaian".
Saat seurayung menulis perjalanan ini sebagian warga hingga saat ini masih juga tetap bertahan di Desa Kuala Peunaga dengan diiringi ancaman maut yang selalu melirik mangsanya.(seurayung.co.cc) > maaf bahasa tulisan saya masih sederahan & banyak kekurangan…
Dalam kesempatan itu Seurayung sempat mewawan carai Tgk Mansur (tokoh masyarakat) menurut keterangan mantan warga Alue Peunaga," saat bencana gempa dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 lalu, banyak korban dan rumah di pesisir pantai itu hancur serta sejumlah bot milik nelayan rusak. Ombak besar di kawasan pantai ini bukan hanya ketika tsunami datang, tapi hampir setiap air pasang, ombak laut tetap ganas hingga air berhamburan ke rumah-rumah warga dan saat banjir bandang pun gampong kami juga kebagian bencana".Sumber berita serambinews.com Pemkab Aceh Tamiang telah menyediakan lahan seluas 750 hektar untuk relokasi warga agar tidak lagi bertahan hidup di tepi pantai sampai hari ini apa yang pernah di janjikan pemerintah baru rumah dengan tipe rumah sangat sederhana (RSS) yang tampak sedangkan sarana air bersih dan sarana listrik dari PLN sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda.
Bibalik potret perjalanan seurayung tampak sarana ibadah sedang tahap pekerjaan, menurut Tgk.Mansur sarana ibadah ini di bantu oleh BRR NAD-Nias, dan Tgk.Mansur menambahkan "pernah juga pemerintah menjanjikan akan diberikan lahan untuk bertani seluas 2 hektar, tapi semua itu masih seperti mimpi dan harapan yang tak pernah kesampaian".
Saat seurayung menulis perjalanan ini sebagian warga hingga saat ini masih juga tetap bertahan di Desa Kuala Peunaga dengan diiringi ancaman maut yang selalu melirik mangsanya.(seurayung.co.cc) > maaf bahasa tulisan saya masih sederahan & banyak kekurangan…