Australia Menanti Datangnya Hari Eksekusi Amrozy Cs
Australia kini menanti datangnya hari pelaksanaan eksekusi terhadap Amrozy bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, tiga terpidana mati yang ikut bertanggung jawab atas tewasnya 202 orang, termasuk 88 orang warga negara Australia, dalam insiden Bom Bali pada 12 Oktober 2002.
Penantian publik Australia, khususnya mereka yang kehilangan anak dan sanak saudara dalam serangan teror kelompok Amrozy cs, itu terekam dalam pemberitaan berbagai media cetak dan elektronika utama di negara itu pada Kamis dan Jumat.
Di antara media Australia yang memberikan ruang bagi opini dan harapan keluarga korban Bom Bali 2002, serta perkembangan terkini masalah Amrozy cs itu adalah televisi "SBS", "Channel Seven" (Saluran Tujuh), "ABC", "Herald Sun", "Sydney Morning Herald", "The Australian", "AAP" dan "The Canberra Times".
Mengutip berbagai sumber, media Australia itu pada umumnya yakin eksekusi terhadap Amrozy, Ghufron, dan Imam Samudera sudah semakin dekat terutama setelah Mahkamah Agung menolak permohonan PK terakhir mereka.
Satu-satunya celah buat mereka untuk bisa terhindar dari eksekusi adalah pengampunan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Harian "The Canberra Times" yang menurunkan berita berjudul "Bali bombers `to die any day`" (Pengebom Bali Akan Mati Kapan Saja" misalnya mengungkapkan kuatnya hasrat keluarga 88 warga Australia yang tewas dalam serangan Bom Bali 2002 untuk diberi tahu jika eksekusi terhadap ketiga terpidana ini sudah dilakukan.
"Para keluarga 88 warga Australia yang tewas dalam insiden Bom Bali 2002 berharap mendapat kabar via telepon dalam beberapa hari ini bahwa ketiga militan yang melakukan serangan (di Bali itu) mati," sebut surat kabar yang berbasis di ibukota negara Australia itu.
Jaringan pemberitaan "ABC" mengutip keterangan anggota tim pembela Amrozy cs, Mahendradatta, melaporkan bahwa Amrozi cs akan "mati dalam sebulan".
Spekulasi media Australia tentang waktu pelaksanaan eksekusi Amrozi cs ini tidak terlepas dari pengakuan seorang ayah korban, David "Spike" Stewart, bahwa dia diberi tahu seorang personil senior Polisi Federal Australia (AFP) 11 Juli lalu bahwa Amrozi cs akan dieksekusi pada akhir pekan.
Stewart yang kehilangan putranya, Anthony, dalam serangan bom 2002 itu mengatakan, dia akan merasa lega dan gembira jika Amrozy, Ghufron dan Imam Samudera dieksekusi "hari ini" atau "beberapa hari mendatang".
"Kami sangat senang bila kami diberi tahu. Sekarang kami harus menunggu dan bila AFP menelepon kami dan mengatakan (eksekusi) itu sudah dilaksanakan, itu bagus," katanya seperti dikutip "The Herald Sun" edisi 17 Juli.
Kendati umumnya publik Australia berpendapat sama dengan pemerintah Australia yang tidak ingin mencampuri keputusan sistem pengadilan dan ketatanegaraan Indonesia dalam soal hukuman mati, termasuk terhadap Amrozy cs, ada juga di antara sanak keluarga korban Bom Bali 2002 yang tidak ingin ketiga terpidana ini mati dieksekusi.
Surat kabar "The Australian" mengutip hasil wawancara ABC dengan Brian Deegan yang kehilangan putranya, Josh, dalam peristiwa 2002 itu mengatakan ia tidak menginginkan Amrozi cs dipandang sebagai "martir" atau "orang suci" di mata para pengikutnya.
Dalam masalah eksekusi terhadap terpidana mati dalam kasus apapun, pemerintah Indonesia tidak pernah mengumumkan secara resmi tanggal dan tempat eksekusi mereka.
Namun di mata mantan menteri luar negeri Australia, Alexander Downer, kemarahan terhadap ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 2002 ini tidak mengenal batas