Haba Nek, Na Jalan Teubiet

Rangkang Nek yang letaknya di sebuah bukit tidak jauh dari gampong dengan pemandangan sekelilingnya yang luas. Ke arah selatan kita dapat memandang jajaran pegunungan Bukit Barisan yang sebagian puncaknya ditutupi awan, menoleh ke utara, kita dapat melihat panorama laut selat Malaka yang biru.

Rangkangnya selalu ramai dikunjungi oleh para pemuda ataupun orang-orang gampong dengan tujuan yang bermacam-macam, ada yang berniat untuk meminta nasehatnya ataupun hanya sekedar ingin mendegar Haba Nek. Sangking sering dikunjungi oleh orang orang, Rangkang Nek jarang sepi dari makanan ringan mulai Bada pisang wak sampai fried chicken Kentucky.


Haba di Rangkang Nekpun tidak kalah dengan menu haba yang ada di warung- warung kopi lainnya di Aceh, dari masalah agama, sosial, pemberdayaan ekonomi sampai bhah politik lazim di kupas. Hadirin dapat leluasa membahas berbagai topik, tidak seperti halnya di warung kopi yang kadang-kadang harus cemas, kalau-kalau ada tip ubeut di bawah meja.
Umumnya, mereka yang akan ke Rangkang Nek telah mempersiapkan beberapa pertanyaan tentang permasalahannya dan berusaha untuk menempatkan dirinya sebagai pendengar yang baik, hal tersebut agar dapat menyerap semua apa yang dikatakan oleh Nek. Seperti biasanya, setelah mereka ajukan suatu permasalahan, Nek akan sigap menanggapi permasalahan tersebut, sekaligus beberapa permasalahan lain yang mungkin akan menyertainya, lengkap dengan contoh dan kisah-kisah yang hampir mirip dengan permasalahan tersebut. Tidak ketinggalan beberapa tamsilan-tamsilan yang tujuannya agar mempermudah pemahaman bagi orang-orang yang awam sekalipun. Bagi sebagian orang yang mengenalnya, Haba Nek tidak kalah dengan isi buku, “ Bagaimana Mencari kawan dan Mempengaruhi Orang Lain”, karya Dale Carnegie yang best sellers itu. Haba Nek acap dapat menjawab permasalahan-permasalahan rumit orang-orang yang ingin meminta nasehat kepadanya dengan cara sederhana, rasional dan praktis, dengan bahasa yang hampir tidak ada istilah asing di dalamnya.
seperti satu contoh kisah, dulu dimana Aceh masih dalam suasana konflik bersenjata, yaitu permasalahan yang di alami oleh salah seorang anggota teuntra yang gelisah setelah diminta tembak oleh komandannya sendiri oleh karena suatu kesalahan yang menurut perasaannya tidak pernah dia lakukan.

“ Nek, saya sedih sekali, masak saya tidak merasa bersalah kok saya di minta tembak oleh Keumandan?”, keluh Teuntra kepada Nek,
Mendengar itu Nek tersenyum.
“jangan cemas, kamu tidak akan di tembak olehnya”, jawab Nek menenangkan,
“apakah musuh yang pernah di tembaknya ada dia minta tembak sebelumnya?” Nek balas bertanya,
“tidak pernah”, sahut si Teuntra yakin,
“wajar saja dia meminta tembak kamu, karena di tangannya itu bedil, ya pasti dia minta tembak, coba kalo ditangannya kayu kamu pasti dia minta pukul, kalo di tangannya batu dia akan minta lempar, kalo parang ditangannya tentu dia akan meminta bacok”, sambung Nek,
“Kalo kamu benar-benar akan di tembak olehnya, tentu dia tidak akan pernah meminta sebelumnya, langsung saja dia tembak” tegas Nek.
“Begitu ya?” Tanya si Teuntra yang sudah mulai tersenyum.
Akhirnya merekapun tertawa lepas bersama.(Peuneugah Aceh/nuyon)

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas komentar nya